Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan (Sprinkap) untuk Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor atau yang akrab disapa Paman Birin.
Surat ini dikeluarkan setelah keberadaan Paman Birin tidak diketahui sejak dirinya diumumkan sebagai tersangka pada Selasa, 8 Oktober lalu.
Kabar mengenai hilangnya Paman Birin terungkap dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 105/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.
Sidang tersebut membahas tanggapan KPK terhadap permohonan praperadilan yang diajukan oleh pihak Paman Birin.
Dalam sidang tersebut, Tim Biro Hukum KPK, Nia Siregar, menyatakan bahwa hingga saat ini KPK masih terus mencari keberadaan Paman Birin.
“Sampai saat ini termohon (KPK) masih melakukan pencarian terhadap keberadaan pemohon (Sahbirin Noor). Bahkan, termohon telah menerbitkan surat perintah penangkapan Sprinkap nomor 06 dan surat putusan pimpinan KPK tentang larangan bepergian ke luar negeri, namun keberadaan pemohon belum diketahui sampai saat ini dan masih dilakukan pencarian,” ungkap Nia.
Nia menjelaskan bahwa KPK menetapkan Paman Birin sebagai tersangka meski tanpa melalui proses pemeriksaan.
Penetapan tersangka secara in absentia ini dilakukan karena adanya kecukupan dua alat bukti yang sah.
Hal ini sekaligus membantah pernyataan dari pihak Paman Birin yang menganggap penetapan tersangka tidak sah karena belum adanya pemeriksaan terhadap dirinya.
Menurut KPK, status tersangka Paman Birin merupakan hasil dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah orang yang diduga terlibat dalam kasus suap terkait proyek pembangunan fasilitas olahraga di Kalimantan Selatan.
Kasus tersebut melibatkan penerimaan fee dari Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto, pihak swasta yang terlibat dalam pelaksanaan proyek tersebut.
KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi yang keterangannya berkesinambungan dan sesuai dengan bukti yang ditemukan.
Berdasarkan pengakuan saksi dan bukti yang ada, KPK semakin yakin akan keterlibatan Paman Birin dalam dugaan tindak pidana korupsi ini.
“Oleh karena itu, penetapan tersangka terhadap diri pemohon dilakukan secara in absentia sehingga tidak diperlukan pemeriksaan terhadap diri pemohon sebelum ditetapkan sebagai tersangka,” jelas Nia.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.
Selain Paman Birin, para tersangka lainnya termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan, Ahmad Solhan, Kepala Bidang Cipta Karya sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Yulianti Erlynah, serta sejumlah pejabat dan pengurus lainnya.
Mereka diduga menerima suap terkait pelaksanaan proyek di wilayah Kalimantan Selatan.
Para tersangka dijerat dengan pasal-pasal terkait tindak pidana korupsi, termasuk Pasal 12 dan Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto sebagai pihak pemberi suap dikenakan Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Saat ini, Paman Birin menjadi satu-satunya tersangka dalam kasus ini yang belum ditahan.
Ia bahkan terancam masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau menjadi buronan.
KPK sebelumnya telah meminta bantuan dari Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencegah Paman Birin bepergian ke luar negeri selama enam bulan guna memudahkan proses penyidikan.
Dalam proses penyidikan, KPK telah memeriksa sejumlah saksi dan menyita barang bukti berupa uang tunai sekitar Rp300 juta serta beberapa bukti elektronik.
Barang-barang tersebut diperoleh melalui penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk di kediaman Paman Birin.
Pengacara Paman Birin, Soesilo Aribowo, mengaku tidak mengetahui keberadaan kliennya saat ini.
Menurutnya, ia tidak selalu berkomunikasi dengan Paman Birin. “Kan sudah dicekal, tidak mungkin beliau akan ke luar negeri. Saya melihat hanya untuk menenangkan diri saja sebenarnya karena ini lagi proses Praperadilan,” kata Soesilo kepada wartawan.
Soesilo menambahkan bahwa dirinya tidak selalu mendampingi Gubernur Kalsel itu setiap waktu. “Kami sudah berkontak ketika awal-awal dulu, tentu sekarang karena tidak ada hal yang diperlukan dari saya. Di mananyapersis tentu tidak tahu, ya. Saya tidak bergandengan terus dengan pak Gubernur,” tambahnya.