Angka perceraian di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, mengungkapkan dua penyebab utama yang memengaruhi kondisi ini, yakni judi online dan perbedaan pilihan politik.
Pernyataan ini disampaikan dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-XVII Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4).
Menurut Menag Nasaruddin, judi online memiliki dampak langsung terhadap lonjakan angka perceraian di Indonesia.
Data menunjukkan bahwa pada tahun 2019, jumlah kasus perceraian berada di angka sekitar 1.000 kasus.
Namun, setelah maraknya judi online, angka tersebut melonjak hingga lebih dari 4.000 kasus.
“Sebelum marak judi online, jumlah perceraian tahun 2019 itu hanya 1000-an, tapi setelah maraknya judi online, kami dapat data kemarin itu meningkat sampai 4000-an. Sekitar 4000-an lebih perceraian karena judi online. Itu yang terdata,” ujar Menag Nasaruddin pada Kamis (21/11/2024).
Fenomena ini mencerminkan bagaimana judi online tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga merusak keharmonisan dalam rumah tangga.
Ketergantungan pada judi online sering kali menyebabkan konflik dalam keluarga, yang berujung pada perpisahan.
Selain judi online, perbedaan pandangan politik juga menjadi faktor yang mengejutkan dalam tingginya angka perceraian.
Menag mencatat bahwa di salah satu provinsi, terdapat sekitar 500 kasus perceraian yang disebabkan oleh perbedaan pilihan politik antara suami dan istri.
“Perceraian karena politik juga besar. Ada satu provinsi, terjadi 500 perceraian gara-gara politik. Suaminya milih si A, istrinya milih si B, cerai. Begitu rapuhnya sebuah perkawinan,” tambahnya.
Dalam upaya mengatasi lonjakan perceraian, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) telah merancang berbagai langkah strategis.
Salah satunya adalah mewajibkan bimbingan perkawinan bagi calon pengantin mulai tahun 2025.
Dirjen Bimas Islam, Kamaruddin Amin, menyampaikan bahwa bimbingan ini bertujuan memperkuat ketahanan keluarga sejak awal pernikahan.
“Kami menemukan korelasi signifikan antara bimbingan pernikahan dengan ketahanan keluarga. Pasangan yang telah terbimbing cenderung memiliki keluarga yang lebih kokoh dan tidak rentan terhadap perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, atau melahirkan anak-anak stunting,” jelas Kamaruddin.
Bimbingan perkawinan tidak hanya berfokus pada membangun komunikasi yang baik antara pasangan, tetapi juga membekali mereka dengan pengetahuan tentang pengelolaan keuangan, pengasuhan anak, dan cara menyelesaikan konflik secara konstruktif.
Musyawarah Nasional ke-XVII BP4 menjadi momen penting untuk membahas langkah-langkah konkret dalam menangani masalah perceraian di Indonesia.
Menag Nasaruddin mengajak BP4 untuk melakukan kajian data yang lebih mendalam guna menemukan pola dan solusi yang efektif.
“Saya mohon BP4 nanti, mari kita coba mengkaji ini. Saya paling suka angka-angka. Sekarang sudah zamannya kita berbicara dengan angka,” tegas Menag.
Ia juga mengharapkan Munas ini dapat menghasilkan rekomendasi strategis yang dapat diimplementasikan di seluruh Indonesia.
Acara Munas ini juga dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, serta pendiri ESQ, Ary Ginanjar.