KHABAR, JAKARTA – Polemik soal pendapatan anggota DPR kembali mencuat setelah publik menyoroti komponen tunjangan pajak penghasilan (PPh 21) yang membuat para wakil rakyat seolah tidak membayar pajak dari kantong pribadi. Meski gaji pokok anggota DPR hanya Rp4,2 juta, total pendapatan per bulan mereka bisa tembus hingga Rp54 juta.
Tunjangan PPh 21 Lebih Besar dari UMP
Aturan soal gaji dan tunjangan DPR tertuang dalam Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 serta Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2015.
Dalam dokumen tersebut tercantum tunjangan PPh 21 sebesar Rp2.699.813.
Angka ini lebih besar daripada Upah Minimum Provinsi (UMP) Yogyakarta 2025 yang hanya Rp2.264.080.
Tirto mencoba menghubungi Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar terkait polemik ini, namun hingga berita diturunkan belum ada jawaban.
Penjelasan Ditjen Pajak
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Rosmauli, menegaskan pejabat negara tetap wajib membayar pajak sesuai aturan.
“Pajak penghasilan anggota DPR maupun pejabat negara tetap dibayarkan ke kas negara, tidak ada pembebasan pajak,” kata Rosmauli, Senin (25/8/2025).
Ia menjelaskan, karena gaji DPR berasal dari APBN, maka pemotongan pajak dilakukan langsung oleh Kementerian Keuangan melalui bendahara negara.
Menurut Rosmauli, skema ini juga berlaku bagi ASN, TNI/Polri, dan hakim.
“Dengan demikian, pejabat negara menerima penghasilan neto, sementara pajaknya sudah masuk ke kas negara melalui APBN,” ujarnya.
Ia menambahkan, praktik serupa juga lazim di sektor swasta di mana perusahaan menanggung atau memberikan tunjangan pajak untuk pegawai.
Kritik dan Pandangan Ekonomi
Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia, Prianto Budi Saptono, menilai fasilitas PPh 21 merupakan cara pemerintah menaikkan gaji DPR secara tidak langsung.
“Nilai pajak yang seharusnya dibayarkan ke kas negara sebesar Rp10 tetap menjadi hak anggota DPR,” kata Prianto.
Pakar ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menyebut skema itu mencerminkan privilese fiskal yang tidak adil.
“Publik melihat gaji DPR bersih tanpa potongan, sementara masyarakat di luar parlemen membayar pajak dari pendapatan mereka sendiri,” katanya.
Ia menilai, fasilitas pajak justru memperlebar jurang antara elite dan rakyat.
Menurutnya, penghapusan tunjangan ini bisa menghemat ratusan miliar rupiah dan dialihkan untuk pendidikan atau kesehatan.
Syafruddin juga membandingkan dengan sistem di Amerika Serikat dan Inggris, di mana anggota parlemen tetap dipotong pajak secara langsung tanpa fasilitas khusus.
“Kebijakan pro-growth terbaik bagi Indonesia harus berakar pada keadilan fiskal dan keberpihakan pada produktivitas rakyat,” tegasnya.
Usulan Solusi
Pakar ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menawarkan solusi dengan meminta anggota DPR membayar PPh21 secara mandiri seperti wajib pajak lain.
“Jika dibayarkan sendiri oleh anggota DPR, maka tidak timbul kecurigaan dibayarkan oleh negara dan lain-lain karena mekanismenya sama dengan WP lainnya,” kata Huda.
Menurutnya, langkah ini bukan soal penghematan, melainkan soal keadilan perpajakan dan transparansi publik.