KIFF 2024: Festival Film Adat Lokal & Internasional Memukau Dunia

Festival Film Indigenous Kalimantan (KIFF) 2024 telah sukses digelar oleh Ranu Welum Foundation bersama Partners, sebuah perhelatan besar yang mempertemukan karya-karya film lokal dan internasional bertema masyarakat adat. Acara yang berlangsung selama tiga hari, mulai dari Kamis, 22 Agustus hingga Sabtu, 24 Agustus 2024, ini bukan hanya menampilkan ragam film, tetapi juga menjadi ajang kolaborasi budaya dan seni yang meriah di Kalimantan Tengah.

Festival ini dihadiri oleh berbagai pelaku UMKM lokal yang menambah semarak suasana dengan produk-produk khas lokal. Tidak hanya itu, acara ini juga dimeriahkan oleh berbagai penampilan dari seniman-seniman lokal. Para seniman lain pun turut hadir untuk berbagi karya melalui live music, tari-tarian, melukis, dan menggambar.

UMKM dari Borneo Institute Foundation

Tidak hanya menampilkan film dan seni, KIFF 2024 juga menyelenggarakan seminar internasional, workshop, panel diskusi, dan talk show dengan pembicara seperti Kilat Kasanang dari Saverock dan perwakilan dari HIMAPA (Himpunan Mahasiswa Papua), yang membahas berbagai topik menarik terkait masyarakat adat dan isu-isu yang relevan. Kehadiran para host seperti Norisa Jumala dari Nekaruma, Nesty Omara dari Ranu Welum Foundation, dan Dian Eunique Lestari, seorang relawan KIIFF, turut menambah antusiasme dan energi positif di acara ini.

Dalam kesempatan tersebut, Shinta dari Ranu Welum Foundation, menjelaskan bahwa Festival ini merupakan inisiatif untuk mendukung dan mengembangkan pembuatan film yang mengangkat tema pelestarian budaya, perlindungan alam, dan hak-hak masyarakat adat.

“Dimulai dari tingkat lokal di Kalimantan pada tahun 2015, festival ini telah tumbuh menjadi acara internasional sejak tahun 2018 dengan lebih dari 1000 audiens langsung, 510 film, 213 pembuat film adat dari Asia dan Pasifik, Amerika Latin, dan Afrika, serta 43 komunitas adat yang terlibat,” jelasnya.

Tema tahun ini, “EMPOWER, EMBRACE, ELEVATE: Honoring the Strength of Indigenous Peoples”, benar-benar mencerminkan semangat untuk mengangkat kekuatan masyarakat adat di mata dunia.

Emmanuela Shinta (Dayak Changemaker) dari Ranu Welum Foundation

Tujuan utama KIFF 2024 adalah memberikan ruang bagi para pembuat film dari komunitas adat untuk bercerita tentang diri mereka sendiri kepada audiens global. Hal ini diharapkan dapat mengubah stigma dan miskonsepsi yang ada serta membuka ruang dialog antara masyarakat adat dan non-adat mengenai budaya, tradisi, dan cara hidup tradisional yang berkontribusi dalam upaya global mengatasi krisis iklim.

Harapannya, semakin banyak generasi muda dari suku-suku yang berani bersuara melalui media audiovisual, sehingga narasi global tentang masyarakat adat dapat berubah dan mendukung pemenuhan hak-hak mereka di berbagai level.

Penampilan Musik Muhammad Fathur Razaq dari Band Navyra

Highlight KIFF 2024 mencakup pemutaran film dari 26 karya dari 24 suku dan negara, termasuk Amerika Selatan, Afrika, India, dan Malaysia. Beberapa pembuat film yang hadir di antaranya adalah Sarah Lois dari Sarawak, Martison dari Pulau Mentawai, Alya Maolani dari Lombok, Dimas dari Banjar, dan Anggrino dari Kalimantan Utara.

Pada penghujung acara, diumumkan pemenang untuk beberapa kategori. Best Film Award diraih oleh The Longhouse of Apai Indai karya Pawadi Jihad dari Kalimantan Barat. Special Jury Award diberikan kepada MENTAWAI: Soul of the Forest karya Joo Peter dan Martison Siritoitet, sementara IMPACT Award diraih oleh HEAR IN BETWEEN karya Andini P. Savitri yang mengangkat isu disabilitas (tuli). Ada juga penghargaan Honorable Mention yang diberikan kepada film NADI karya Sarah Lois (Sarawak), DUSNER karya Umar Al Jufri (Papua), dan AMAQ KEDUREK karya Alya Maolani (Lombok).

Pemutaran 26 karya film dari 24 suku dan negara pada acara KIFF 2024

KIFF 2024 benar-benar menunjukkan bahwa film bisa menjadi medium yang sangat kuat untuk mengangkat suara-suara yang sering kali tidak terdengar. Festival ini tidak hanya merayakan kreativitas para pembuat film dari berbagai komunitas adat, tetapi juga mendorong dialog global yang sangat dibutuhkan tentang keberagaman budaya dan pelestarian lingkungan. Dengan semakin banyaknya karya-karya luar biasa yang dihasilkan, kita bisa optimis bahwa masa depan perfilman, terutama yang berfokus pada isu-isu adat dan lingkungan, akan semakin cerah dan berdampak. KIFF telah menjadi platform yang penting, tidak hanya bagi komunitas adat di Kalimantan, tetapi juga bagi dunia internasional yang mencari pemahaman lebih dalam tentang keberagaman manusia dan tantangan yang dihadapi masyarakat adat. Kita berharap, festival ini terus berkembang dan memberikan dampak positif bagi semua pihak yang terlibat.

More From Author

Berbicara Dengan Hewan Dengan Teknologi AI?

Bambang Irawan “Si Tukang” Dilantik sebagai Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah Periode 2024-2029

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *