KHABAR, PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mendapat sorotan tajam dari DPRD terkait penurunan drastis Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam rancangan KUA-PPAS Tahun Anggaran 2026.
Penurunan ini mencapai Rp2,2 triliun atau sekitar 24,14 persen dibandingkan dengan APBD murni tahun 2025.
Dari angka tersebut, PAD tercatat turun hampir Rp1,9 triliun dan menjadi perhatian utama dalam rapat DPRD Kalteng yang digelar di Palangka Raya, Kamis (7/8/2025).
Regulasi Pusat Jadi Sorotan
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kalteng, Anang Dirjo, menegaskan bahwa penyebab utama bukan karena kinerja pemerintah daerah.
“Ini bukan soal kinerja daerah, tapi masalah regulasi pusat yang belum sinkron. Misalnya alat berat, kita tidak bisa pungut pajaknya karena pemiliknya di luar Kalteng,” ujar Anang di hadapan anggota DPRD.
Anang menyebut, meski aktivitas ekonominya berlangsung di wilayah Kalteng, pajaknya tidak bisa dipungut karena entitas kepemilikannya berada di luar daerah.
Kondisi ini menurutnya menjadi hambatan serius dalam upaya optimalisasi penerimaan daerah.
Ia mendorong adanya revisi regulasi agar pemungutan pajak lebih mencerminkan aktivitas ekonomi yang berlangsung di wilayah Kalimantan Tengah.
DPRD Kalteng Minta Penjelasan Rinci
Dalam rapat tersebut, Anggota DPRD Kalteng Ampera AY Mebas menuntut penjelasan lebih detail mengenai komponen PAD yang mengalami penurunan.
Ia mempertanyakan dasar penetapan pendapatan dari pengelolaan kekayaan daerah yang hanya tercatat sebesar Rp30 miliar.
Ampera juga menyoroti belum adanya surat resmi dari pemerintah pusat terkait kepastian transfer dana ke daerah.
Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kalteng, Arton S Dohong, yang juga meminta agar pemerintah daerah lebih aktif memperjuangkan hak fiskalnya.
Strategi Menghadapi Tantangan Fiskal
Bapenda Kalteng saat ini sedang menyusun berbagai strategi alternatif untuk menjaga stabilitas PAD di tengah ketidakpastian fiskal nasional.
Pemprov Kalteng disebut terus mencari celah dalam regulasi yang ada agar tidak semakin tertinggal dalam upaya pembangunan daerah.
Anang berharap adanya dukungan legislatif untuk memperkuat posisi tawar pemerintah daerah di hadapan pemerintah pusat.
Ia juga menyatakan bahwa reformasi kebijakan fiskal harus diarahkan pada penguatan otonomi daerah.
(BAYU)