KHABAR, PALANGKA RAYA – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Palangkaraya menegaskan penolakannya terhadap keterlibatan aparat kepolisian sebagai pengajar di lingkungan perguruan tinggi.
Penolakan BEM FEB UPR
Gubernur BEM FEB UPR, Verdi, bersama Wakil Gubernur Darmanto, menyampaikan sikap tegas bahwa pengajaran mata kuliah merupakan ranah akademisi, bukan aparat berseragam.
Menurut mereka, kampus adalah ruang independen yang berlandaskan kebebasan akademik, sehingga pengajaran harus dilaksanakan oleh tenaga pendidik dengan kompetensi keilmuan sesuai kurikulum.
“Pengajaran mata kuliah adalah ranah akademisi, bukan aparat berseragam!” tegas Verdi dalam pernyataannya.
Kekhawatiran Iklim Akademik
BEM menilai kehadiran aparat kepolisian di ruang kuliah berpotensi mencederai iklim akademik, membatasi kebebasan berpikir kritis mahasiswa, dan menimbulkan konflik kepentingan antara dunia pendidikan dan aparat penegak hukum.
Mereka juga mempertanyakan urgensi keterlibatan polisi dalam proses belajar mengajar di Universitas Palangkaraya, khususnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Situasi ini dianggap semakin janggal ketika seorang Wakapolda Kalteng hadir sebagai pengajar mahasiswa baru tahun 2025 dengan mengenakan pakaian dinas kepolisian.
BEM menilai kehadiran simbol kekuasaan tersebut tidak mencerminkan semangat akademik yang netral, bebas, dan independen.
Alternatif Kontribusi Aparat
BEM FEB UPR menilai kontribusi aparat kepolisian lebih tepat dilakukan melalui forum diskusi, seminar, kuliah umum, atau kerja sama penelitian terbatas sesuai konteks keilmuan.
Mereka menolak apabila aparat diarahkan menjadi pengajar tetap, karena tugas mendidik adalah kewenangan akademisi yang memiliki landasan keilmuan dan metodologi pendidikan.
Tuntutan Mahasiswa
Dengan tegas, BEM FEB UPR menuntut universitas menjaga marwah akademik dengan tidak membuka ruang intervensi bagi institusi kepolisian maupun lembaga kekuasaan lainnya.
Kampus, menurut mereka, harus menjadi wilayah otonom yang steril dari intervensi eksternal, agar mahasiswa dapat tumbuh dengan kebebasan intelektual, berpikir kritis, serta independensi akademik sejati. (red)