Lucius Karus (kiri)(Dok. MI/Usman Iskandar)

Penghargaan Untuk DPR Disetujui, Publik Pertanyakan Urgensinya Untuk Apa?

Persetujuan Rancangan Peraturan DPR tentang Penghargaan bagi Anggota DPR RI pada akhir masa jabatan telah resmi disahkan. Dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 pada 19 September 2024, seluruh anggota DPR sepakat bahwa penghargaan ini akan diberikan dalam bentuk piagam dan pin kepada mereka yang telah menyelesaikan atau tidak menyelesaikan masa keanggotaan. Selain anggota DPR, penghargaan juga akan diberikan kepada ASN Sekretariat Jenderal DPR dan tenaga ahli fraksi.

Namun, apakah ini langkah yang tepat? Banyak pihak mempertanyakan urgensi dari aturan ini. Lucius Karus dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai bahwa keputusan ini tidak penting. “Apa yang membuat anggota DPR merasa perlu dihargai seperti peserta seminar yang berburu sertifikat?” tanyanya dalam sebuah diskusi publik.

Formappi tidak sendirian dalam kritik ini. Haykal, peneliti dari Perludem, menyoroti bahwa penghargaan tersebut tidak lebih dari sebuah seremoni kosong tanpa substansi. Menurutnya, publik sudah bisa menilai kinerja DPR dari produk legislasi yang dihasilkan selama lima tahun, bukan dari piagam penghargaan. “Ini cuma formalitas seremonial. Publik tahu kok kinerja mereka,” ujarnya.

Kritik ini semakin tajam ketika Musfi Romdoni dari ISESS menyebut pemberian penghargaan ini sebagai bentuk narsisme kolektif. Anggota DPR, menurutnya, terlalu merasa superior dan lupa bahwa tugas utama mereka adalah melayani rakyat. “Mereka harusnya kerja, bukan merasa berjasa besar,” tambah Musfi.

Di sisi lain, masalah anggaran juga menjadi sorotan. Haykal mengingatkan bahwa penghargaan ini memakan anggaran negara yang notabene berasal dari uang rakyat. “DPR sudah dapat banyak fasilitas, kok masih minta penghargaan?” ujarnya dengan nada menyindir. Ia berharap DPR lebih fokus pada pekerjaan yang berdampak langsung bagi masyarakat, bukan seremoni.

Jika kita lihat, kritik yang disampaikan menunjukkan bahwa penghargaan ini lebih banyak dipandang sebagai langkah yang kurang bijaksana, terutama di tengah sorotan publik terhadap kinerja DPR yang dinilai lamban dalam mengesahkan beberapa RUU penting, seperti RUU PPRT, sementara RUU lain yang dianggap kurang urgen bisa diproses dengan cepat.

Jika dipikir-pikir, penghargaan formal seperti ini memang kurang relevan, terutama di saat publik masih menunggu hasil nyata dari para legislator. Lebih baik DPR fokus memperbaiki kinerja mereka dan memberikan hasil yang lebih nyata bagi masyarakat. Anggaran yang digunakan untuk penghargaan bisa diarahkan ke hal-hal yang lebih bermanfaat, seperti mempercepat pembahasan undang-undang yang memang ditunggu masyarakat.

Sebagai masyarakat, kita patut kritis melihat hal ini. Apa sebenarnya yang diharapkan dari penghargaan ini? Apakah benar-benar diperlukan, atau sekadar formalitas untuk membuat para anggota DPR merasa dihargai? Kritik dari para pakar menunjukkan bahwa kita perlu lebih cermat dalam menilai langkah-langkah yang diambil oleh wakil-wakil kita di parlemen.

Meskipun penghargaan bisa menjadi simbol apresiasi, bukankah penghargaan terbesar bagi anggota DPR adalah kepercayaan rakyat pada pemilu selanjutnya? Kinerja mereka diukur dari apa yang mereka hasilkan, bukan dari apa yang mereka terima.

Lucius Karus (kiri)(Dok. MI/Usman Iskandar)

Emas Sentuh Rekor Tertinggi: Bagaimana Dampaknya Bagi Investor?

Lucius Karus (kiri)(Dok. MI/Usman Iskandar)

Mengabaikan Peringatan, 4 Korban Tertabrak Kereta di Karawang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *