Ahmad Muzani, Sekjen Partai Gerindra, mengusulkan penundaan rencana ekspor pasir laut. Permintaan ini muncul karena Muzani menilai bahwa kebijakan tersebut perlu dikaji lebih mendalam agar tidak memberikan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan. “Saya mengusulkan kalau bisa rencana ekspor pasir laut, kalau memungkinkan ditunda dulu,” ucap Muzani pada Selasa (24/9/2024).
Pentingnya Kajian Mendalam Sebelum Ekspor
Muzani menegaskan bahwa kebijakan ekspor pasir laut ini perlu dipikirkan secara matang. Jika dampak negatif dari kebijakan tersebut lebih besar daripada manfaat ekonominya, maka ekspor pasir laut justru bisa menjadi beban di masa depan. “Ketika mudharatnya lebih besar dari pendapatan perekonomian yang kita dapatkan, tentu saja itu adalah sebuah kegiatan yang akan menjadi beban bagi kehidupan kita berikutnya,” ujar Muzani. Ia menekankan pentingnya melihat manfaat dan kerugian secara holistik, bukan hanya dari sisi ekonomi semata.
Suara dari Aktivis Lingkungan
Lebih lanjut, Muzani juga menekankan pentingnya mendengarkan masukan dari para aktivis lingkungan. Menurutnya, keuntungan ekonomi jangan sampai mengorbankan ekosistem laut yang vital bagi keberlanjutan alam. “Untuk kita perhatikan bahwa kita akan menghadapi sebuah perubahan dan masalah ekologi laut yang cukup serius ke depan kalau kegiatan ini dilanjutkan,” jelas Muzani.
Masukan dari aktivis lingkungan ini bukanlah hal sepele. Ekosistem laut memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan alam. Oleh karena itu, kebijakan yang berpotensi merusak laut harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati. Dalam hal ini, pemerintah perlu benar-benar memperhatikan suara dari berbagai pihak agar kebijakan yang diambil sejalan dengan prinsip keberlanjutan lingkungan.
Aturan Terkait Ekspor Pasir Laut
Rencana ekspor pasir laut ini didasarkan pada dua peraturan yang diterbitkan oleh Menteri Perdagangan, yakni Permendag Nomor 20 Tahun 2024 dan Nomor 21 Tahun 2024. Kedua aturan ini merupakan turunan dari PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Mei 2023. Meskipun aturan ini sudah ada, hingga saat ini belum ada perusahaan yang mengajukan izin ekspor pasir laut ke Kementerian Perdagangan.
Proses Verifikasi yang Ketat
Proses pengajuan izin ekspor pasir laut sendiri melibatkan beberapa kementerian, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Staf Khusus Menteri Perdagangan, Bara Krishna Hasibuan, menyebutkan bahwa proses verifikasi ini panjang dan ketat. “Perusahaan yang tidak memenuhi syarat tidak akan diberikan izin ekspor,” jelas Bara. Hal ini terutama karena ekspor pasir laut melibatkan isu-isu lingkungan yang sangat sensitif.
Kebijakan ekspor pasir laut memang perlu dikaji dengan serius. Meski potensi ekonominya besar, kita juga harus memikirkan dampak jangka panjang terhadap ekosistem laut. Dalam jangka pendek, mungkin kebijakan ini bisa memberikan keuntungan ekonomi, namun jika tidak dikelola dengan bijak, kita bisa saja kehilangan sumber daya alam yang tak ternilai harganya. Sebagai negara kepulauan, Indonesia seharusnya lebih fokus pada keberlanjutan dan menjaga alam kita tetap lestari. Keputusan ini bukan hanya soal untung rugi ekonomi, tapi juga soal tanggung jawab kita terhadap lingkungan dan generasi masa depan.