Penambahan komisi di DPR saat ini sedang menjadi sorotan, terutama setelah Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan dukungannya terhadap langkah tersebut. Bamsoet menilai, penambahan komisi diperlukan untuk menyesuaikan dengan peningkatan jumlah kementerian yang direncanakan dalam pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Hal ini, menurutnya, bukan sekadar formalitas, melainkan upaya menjaga keseimbangan antara eksekutif dan legislatif.
“Menurut saya langkah pemerintahan harus diikuti dengan langkah di parlemen. Jadi langkah eksekutif harus diimbangi dengan langkah legislatif,” ujar Bamsoet. Pernyataan ini seolah menegaskan bahwa kebijakan pemerintah di ranah eksekutif harus mendapatkan dukungan penuh dari sisi legislatif agar berjalan harmonis.
Dasar Penambahan Kementerian
Penambahan komisi DPR ini berkaitan erat dengan pengesahan Undang-Undang Kementerian Negara, yang memberikan kelonggaran dalam jumlah kementerian. Jika sebelumnya kementerian dibatasi hingga 34, sekarang jumlah tersebut bisa lebih banyak sesuai dengan kebutuhan presiden. Ini memberi fleksibilitas kepada presiden dalam membentuk kabinet yang lebih dinamis dan sesuai dengan tantangan baru yang dihadapi Indonesia.
Namun, langkah ini tidak terlepas dari pro-kontra. Ada yang menilai bahwa penambahan komisi hanyalah cara untuk bagi-bagi kursi di parlemen. Menanggapi isu tersebut, Bamsoet dengan tegas membantah. “Nggak ada bagi-bagi jabatan, sesuai porsinya masing-masing aja,” katanya.
Proses Penggodokan di DPR
Ketua DPR, Puan Maharani, juga mengonfirmasi bahwa usulan penambahan komisi benar-benar sedang dalam pembahasan. “Ini lagi dimatangkan,” kata Puan. Ia menambahkan, alasan utama di balik penambahan ini adalah adanya wacana untuk menambah jumlah kementerian. Meski demikian, Puan belum menjelaskan secara rinci berapa jumlah komisi yang akan ditambahkan.
Langkah penambahan komisi ini sebenarnya merupakan bentuk adaptasi dari dinamika politik yang ada saat ini. Pemerintahan Prabowo-Gibran yang baru saja terpilih tentu membutuhkan dukungan struktur pemerintahan yang lebih fleksibel. Namun, yang menjadi sorotan adalah bagaimana penambahan ini dilakukan dengan transparansi dan kejelasan fungsi agar tidak sekadar menjadi formalitas tanpa dampak nyata bagi keseimbangan pemerintahan.
Pertanyaan yang muncul adalah: apakah dengan penambahan komisi, DPR bisa lebih efektif dalam menjalankan tugas pengawasannya? Atau malah sebaliknya, justru membuat kerja DPR semakin kompleks? Kita berharap, perubahan ini memberikan dampak positif dengan memperkuat kontrol legislatif terhadap kebijakan pemerintah, bukan hanya memperluas struktur tanpa memperkuat fungsinya.
Selain itu, jika ditelusuri lebih dalam, langkah ini bisa jadi sinyal baik dalam memperkuat sinergi antara parlemen dan eksekutif. Namun, yang penting, jangan sampai ada kesan bahwa ini sekadar bagi-bagi jabatan seperti yang ditakutkan publik.