Sidang paripurna terakhir masa jabatan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 2019-2024 yang diadakan pada 25 September 2024 diwarnai dengan penundaan karena masalah kehadiran anggota. Meskipun sempat diundur, sidang akhirnya berjalan lancar setelah kuorum tercapai. Apa yang sebenarnya terjadi?
Sidang yang awalnya dijadwalkan dimulai pukul 09.00 WIB di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, harus tertunda hampir satu jam. Alasannya? Banyak anggota MPR yang belum hadir di ruang sidang, sehingga kursi masih tampak kosong. Penundaan ini cukup disayangkan, mengingat ini adalah sidang paripurna terakhir bagi anggota MPR periode 2019-2024.
Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet), kemudian membuka sidang dengan menyampaikan laporan absensi anggota. Dalam laporannya, disebutkan bahwa dari seluruh anggota, baru 358 anggota yang hadir. Namun, jumlah tersebut belum memenuhi syarat kuorum seperti yang diatur dalam pasal 66 ayat 5 tata tertib sidang.
Akibatnya, Bamsoet memutuskan untuk menskors sidang selama 30 menit agar anggota yang belum hadir bisa segera datang. “Kita harus menunggu agar sidang ini bisa berjalan sesuai aturan dan kehadiran anggota memenuhi kuorum,” kata Bamsoet dalam keterangannya.
Namun, skors tersebut ternyata hanya berlangsung selama kurang dari lima menit. Bamsoet mengumumkan bahwa daftar kehadiran sudah memenuhi kuorum, dan sidang bisa dilanjutkan. “Sidang bisa kita lanjutkan karena kuorum sudah tercapai,” jelasnya.
Setelah itu, sidang dibuka secara resmi dengan pembacaan Bismillahirohmanirohim oleh Bamsoet. “Maka dengan mengucapkan Bismillahirohmanirohim, sidang akhir masa jabatan anggota MPR 2019-2024 kami buka dan dinyatakan terbuka untuk umum,” katanya saat membuka sidang.
Penundaan sidang karena masalah absensi ini cukup menarik perhatian, terutama mengingat pentingnya momen paripurna terakhir bagi anggota MPR periode 2019-2024. Apakah ini mencerminkan rendahnya kedisiplinan anggota MPR atau hanya masalah teknis? Tentu, ini menjadi sorotan, terutama bagi masyarakat yang mengikuti jalannya pemerintahan.
Sidang akhirnya berjalan lancar tanpa hambatan berarti. Meskipun diundur, pembukaan sidang bisa dilakukan sesuai aturan setelah kuorum tercapai. Ini juga menunjukkan bahwa meskipun ada kendala teknis, mekanisme demokrasi tetap berjalan dengan baik.
Namun, jika kita melihat lebih dalam, kejadian ini memberikan pelajaran penting terkait kedisiplinan dan tanggung jawab anggota legislatif. Sidang paripurna, terutama yang terakhir, seharusnya menjadi momen yang dijaga dengan serius. Penundaan seperti ini sedikit banyak mencederai kesan profesionalisme lembaga. Sebagai masyarakat, tentu kita berharap anggota MPR ke depan bisa lebih memperhatikan masalah kehadiran dan kedisiplinan ini.
Kejadian ini seharusnya menjadi refleksi bagi semua pihak. Absensi di sidang paripurna terakhir seperti ini bisa menunjukkan bagaimana tanggung jawab seorang wakil rakyat. Bagaimana mungkin para anggota bisa efektif dalam tugas mereka jika absensi saja jadi masalah? Harusnya ini jadi pelajaran, bahwa disiplin kecil seperti kehadiran punya dampak besar pada kepercayaan publik.