Kaesang Pangarep kembali menjadi sorotan dengan aksi terbarunya yang dianggap kontroversial. Kali ini, penampilannya dengan rompi bertuliskan “Putra Mulyono” memancing banyak reaksi. Apa yang bisa kita pelajari dari fenomena ini? Mungkin, aksi Kaesang adalah cara unik generasi muda untuk menanggapi isu-isu besar, namun tak sedikit yang mempertanyakan makna di balik penampilan nyentrik tersebut.
Dalam sebuah video yang tersebar di media sosial, Kaesang terlihat mengenakan kemeja hitam lengkap dengan rompi bertuliskan “Putra Mulyono” saat blusukan di Kecamatan Jambe, Tangerang. Nama tersebut, yang tak lain adalah julukan kecil Presiden Jokowi, mengundang banyak spekulasi di kalangan publik. Beberapa warga yang berada di lokasi dengan antusias mengajak Kaesang berfoto, seolah aksi ini hanya bagian dari aktivitas sehari-hari sang ketua umum PSI.
Salah satu kritik tajam datang dari Roy Suryo, pengamat telematika dan AI, yang menganggap aksi Kaesang ini sebagai langkah sengaja untuk menantang opini publik. Menurutnya, penggunaan rompi tersebut merupakan bagian dari strategi gimik “ndeso” yang sudah sering dilakukan Kaesang. Ia merujuk pada video viral #BapakMintaProyek pada tahun 2017, yang kala itu juga memicu perdebatan publik.
“Gimik ini hanya cara untuk menarik perhatian, tetapi justru makin mempertegas jarak antara apa yang diucapkan dengan apa yang dilakukan,” ujar Roy Suryo dalam komentarnya. Tak hanya itu, Roy juga mengkritik gaya hidup keluarga Jokowi yang belakangan dianggap bertentangan dengan citra kesederhanaan yang sering ditampilkan. Penggunaan barang-barang mewah, termasuk jet pribadi, menjadi poin utama kritik Roy terhadap keluarga presiden.
Di sisi lain, Ketua DPP PDIP, Djarot Syaiful Hidayat, turut mengomentari rompi “Putra Mulyono” yang dikenakan Kaesang. Djarot menyindir dugaan gratifikasi terkait jet pribadi yang digunakan oleh Kaesang untuk perjalanan ke AS. “Seharusnya ada penjelasan yang lebih transparan, bagaimana bisa seorang yang selalu mengaku sederhana tiba-tiba menggunakan jet pribadi?” ungkap Djarot.
Namun, tidak semua pihak mengkritik. Komandan TKN Fanta, Arief Rosyid, justru membela aksi Kaesang. Menurutnya, tindakan Kaesang merupakan cara anak muda merespons isu publik dengan cara yang ceria, tanpa bermaksud menantang atau memancing kontroversi. “Generasi muda punya cara sendiri untuk menghadapi isu. Apa yang dilakukan Kaesang justru menunjukkan kreativitas dan tidak terjebak dalam protokol yang kaku,” terang Arief.
Jika dilihat dari berbagai perspektif, aksi Kaesang ini bisa dibilang menggambarkan dua sisi: satu sisi adalah kritik tajam terhadap gaya hidup mewah dan dugaan gratifikasi, namun di sisi lain, ada juga argumen yang melihat ini sebagai ekspresi generasi muda yang lebih bebas. Menarik untuk dicatat bahwa di era media sosial saat ini, hal-hal kecil seperti pilihan pakaian atau simbolis seperti rompi bisa menjadi pemicu perdebatan yang lebih besar.
Aksi Kaesang mungkin memang disengaja untuk menarik perhatian, tetapi bukan berarti ini sesuatu yang perlu disikapi dengan terlalu serius. Dunia politik dan sosial saat ini sering kali terbungkus dalam gimik, dan mungkin itulah cara Kaesang berkomunikasi dengan generasi muda yang lebih memahami simbolisme dan gimik-gimik tersebut.
Bagaimanapun, kritik yang muncul terkait gaya hidup mewah dan dugaan gratifikasi jet pribadi tetap relevan. Transparansi adalah hal yang penting dalam setiap posisi publik, apalagi untuk figur seperti Kaesang yang kini memimpin partai politik.