Sejak pengesahannya, Undang-Undang Cipta Kerja telah menjadi pusat perhatian di Indonesia.
UU ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak, terutama kalangan buruh dan serikat pekerja, yang menilai bahwa regulasi baru tersebut mengubah secara signifikan aturan UU Ketenagakerjaan yang berlaku sejak tahun 2003.
Partai Buruh dan berbagai serikat pekerja menganggap bahwa UU Cipta Kerja tidak hanya sekadar mengubah, tetapi juga menghapus beberapa ketentuan krusial yang selama ini dianggap pro-pekerja.
Beberapa isu utama meliputi aturan waktu kerja, upah, cuti, PHK, outsourcing, dan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Sejak awal tahun 2023, aksi penolakan terhadap UU Cipta Kerja terus digelar oleh Partai Buruh dan serikat pekerja.
Mereka berpendapat bahwa regulasi ini tidak berpihak pada pekerja dan mengandung banyak pasal yang multitafsir, berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum serta peluang penyalahgunaan.
Pada 31 Oktober 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan terkait uji materi UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Berikut adalah 10 poin penting hasil keputusan MK yang menjadi perhatian utama:
1. Durasi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Durasi maksimal PKWT kini diperpanjang menjadi 5 tahun dari sebelumnya 3 tahun. Perubahan ini memberikan fleksibilitas lebih bagi pekerja dan pengusaha dalam mengatur hubungan kerja.
2. Penerapan Waktu Kerja 5 Hari
MK mengatur opsi dua hari libur dalam seminggu, memperkenalkan sistem kerja 5 hari. Sebelumnya, aturan hanya mengamanatkan satu hari libur, yang dianggap kurang mendukung keseimbangan antara waktu kerja dan istirahat.
3. Aturan Outsourcing
Jenis pekerjaan yang dapat dioutsourcing kini dibatasi. MK menekankan perlunya peraturan jelas mengenai jenis pekerjaan yang boleh dialihkan dan meminta agar pengaturan lebih lanjut dilakukan oleh menteri terkait.
4. Penegasan Upah Layak
MK mengatur bahwa upah layak harus mampu memenuhi kebutuhan hidup wajar, termasuk makanan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Hal ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan pekerja.
5. Pemulihan Upah Minimum Sektoral (UMS)
MK memulihkan aturan Upah Minimum Sektoral (UMS) yang sempat dihapus. Kembalinya UMS diharapkan dapat menjamin perlindungan lebih baik bagi pekerja di sektor-sektor tertentu.
6. Aturan PHK yang Lebih Tegas
PHK hanya dapat dilakukan setelah adanya keputusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Hal ini bertujuan melindungi pekerja dari PHK sepihak.
7. Ketentuan Pesangon
MK menegaskan perlunya jaminan pesangon bagi pekerja yang terkena PHK. Ini memberikan jaminan bahwa hak-hak pekerja tetap terjaga saat menghadapi pemutusan hubungan kerja.
8. Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA)
MK mengutamakan tenaga kerja lokal. Penggunaan TKA diperbolehkan hanya jika memenuhi syarat kompetensi yang sesuai, sehingga pekerja Indonesia tetap menjadi prioritas.
9. Pemisahan UU Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan
MK meminta pembentukan UU Ketenagakerjaan yang terpisah dari UU Cipta Kerja. Ini bertujuan untuk memperjelas aturan dan memberikan kejelasan regulasi bagi pekerja dan pengusaha.
10. Pengaktifan Kembali Dewan Pengupahan
Dewan pengupahan, yang sempat dihapus, kini diharuskan dibentuk kembali. Dewan ini akan memberikan saran terkait penetapan upah pekerja kepada pemerintah pusat.
Putusan MK ini dianggap sebagai langkah penting untuk meningkatkan perlindungan hak-hak pekerja dan menciptakan hubungan kerja yang lebih adil.
Pengembalian beberapa aturan ini diharapkan dapat memperkuat posisi pekerja, memberikan kejelasan hukum, serta membangun lingkungan kerja yang kondusif dan seimbang.