Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menjadi topik hangat di kalangan publik dan pemerintah.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah pernyataan Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKB, Hasbiallah Ilyas, yang menyebut OTT sebagai metode “kampungan” dan dianggap merugikan negara.
Pernyataan ini sejalan dengan pandangan Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, yang juga mengkritisi efektivitas OTT.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon Dewan Pengawas (Dewas) KPK Wisnu Baroto, Hasbiallah Ilyas mengungkapkan pandangannya.
Menurutnya, OTT membutuhkan proses panjang yang menguras banyak sumber daya negara.
“Saya setuju dengan Pak Luhut kalau OTT itu hanya kampungan, sebab OTT itu hanya merugikan uang negara,” ujar Hasbiallah.
Ia menambahkan, proses investigasi untuk melakukan OTT sering memakan waktu hingga satu tahun, yang dinilai terlalu lama.
Selama periode tersebut, uang negara terus terkuras sebelum pelaku korupsi berhasil ditangkap.
Hasbiallah menyebutkan bahwa biaya operasional yang dikeluarkan KPK untuk menggelar OTT justru menjadi pemborosan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah ada metode lain yang lebih efisien untuk menangani korupsi tanpa harus merugikan negara?
“Saya pernah tanya salah satu pimpinan KPK, untuk mengejar OTT itu satu tahun, berapa banyak uang kita yang harus habis. Ini kan permasalahan di kita seperti ini,” sambung Hasbiallah.
Lebih jauh, ia mengusulkan agar pendekatan pencegahan menjadi prioritas.
Salah satu idenya adalah dengan menghubungi target operasi secara langsung untuk mencegah tindakan korupsi sebelum terjadi.
“Kita telepon, ‘hai bapak jangan melakukan korupsi, melakukan korupsi anda saya tangkap’. Kan selesai, tidak ada uang negara yang dirugikan,” tambahnya.
Sebelumnya, calon pimpinan KPK, Johanis Tanak, menyatakan kesiapannya untuk menghapuskan OTT jika terpilih.
Baca: Johanis Tanak akan Hapus OTT jika Jadi Ketua KPK, Disambut Tepuk Tangan Komisi III DPR
Menurutnya, metode ini tidak lagi relevan dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Namun, Johanis mengakui bahwa keputusan untuk menghentikan OTT tidak sepenuhnya berada di tangannya.
Ada dinamika internal di KPK, di mana sebagian pimpinan masih mempertahankan tradisi ini sebagai bagian dari strategi lembaga.