(Khabar) – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengakui pernah menggunakan jet pribadi milik Jusuf Kalla (JK) saat masih menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Jet tersebut digunakan untuk menghadiri undangan khutbah di Masjid Almarkaz, Makassar. Menurut Mahfud, perjalanan itu merupakan bagian dari tugas resmi, sehingga penggunaan jet tidak termasuk gratifikasi.

Mahfud menjelaskan, “Saya menggunakan jet tersebut untuk perjalanan Jakarta-Makassar, tujuannya menghadiri undangan resmi. Ini bukan gratifikasi karena saya tidak memperoleh keuntungan pribadi apa pun dari penggunaan jet tersebut.”

Tanggapan dari MAKI: Namun, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, meminta Mahfud MD untuk secara transparan menjelaskan penggunaan jet tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Boyamin, penting bagi pejabat publik untuk memberikan contoh yang baik dalam hal transparansi dan etika.

“Perlu untuk keteladanan dan contoh pihak lain. Kita tunggu peran aktif Pak Mahfud MD,” ujar Boyamin dalam pernyataannya pada 9 September 2024.

Boyamin juga menekankan pentingnya klarifikasi lebih lanjut, khususnya agar publik bisa memahami apakah penggunaan jet pribadi tersebut bisa digolongkan sebagai gratifikasi atau tidak. “Aku memohon Pak Mahfud MD untuk berkenan ke KPK,” lanjutnya.

Potensi Dampak ke Tokoh Publik Lain: Boyamin Saiman menambahkan bahwa contoh transparansi yang diberikan Mahfud bisa menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh publik lainnya, seperti Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep dan Bakal Calon Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, yang saat ini juga menjadi sorotan karena penggunaan jet pribadi.

“Kita tunggu saja dengan sabar,” ucap Boyamin menutup pernyataannya.

Cerita Mahfud: Dalam unggahannya di media sosial, Mahfud menegaskan bahwa tidak ada yang salah dari penggunaan jet pribadi JK karena perjalanan tersebut berkaitan dengan tugas resmi. Hal ini menunjukkan bahwa menurutnya, penggunaan fasilitas tersebut tidak memberikan keuntungan pribadi yang melanggar hukum.

Kasus ini menarik karena menyoroti perdebatan tentang batas-batas gratifikasi dan etika pejabat publik. Transparansi memang sangat diperlukan, terutama di masa ketika pejabat publik harus bisa menjaga kepercayaan rakyat. Dalam hal ini, tindakan Mahfud untuk menjelaskan secara terbuka adalah langkah yang patut diapresiasi. Namun, seperti yang dikatakan Boyamin, lebih baik lagi jika klarifikasi tersebut diberikan langsung kepada KPK, agar tidak ada keraguan atau spekulasi dari masyarakat.

Transparansi pejabat adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik, terutama ketika banyak sorotan mengenai gaya hidup dan fasilitas yang digunakan oleh tokoh-tokoh penting. Sementara Mahfud sudah memberikan klarifikasi, kita semua menunggu langkah-langkah selanjutnya yang mungkin akan diambil untuk memperjelas situasi ini.