(Khabar) – Kasus perundungan di sekolah kembali menjadi sorotan publik. Namun, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, memilih bungkam ketika ditanya oleh media. Setelah rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Nadiem segera meninggalkan lokasi tanpa menjawab pertanyaan dari jurnalis yang mengejarnya tentang perundungan di sekolah. Pertanyaan tersebut juga menyangkut kritik yang dilontarkan oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait kinerjanya.
Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, turut menyuarakan kekhawatirannya tentang kasus perundungan yang semakin mengkhawatirkan. “Kasus bullying semakin meresahkan masyarakat, terjadi dengan berbagai modus, dan butuh perhatian serius dari pemerintah,” tegasnya.
Menurut Syaiful Huda, kebijakan komprehensif untuk menanggulangi perundungan di dunia pendidikan harus menjadi prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan. Sorotan ini menunjukkan bahwa ada masalah serius yang harus segera ditangani, terutama mengingat perundungan di sekolah tidak hanya berdampak pada korban tetapi juga pada iklim pendidikan secara keseluruhan.
Tak hanya dari kalangan DPR, kritik keras juga datang dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Jusuf Kalla menilai bahwa Nadiem Makarim tidak memiliki pengalaman di dunia pendidikan namun ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan.
Ia juga mengkritik Nadiem karena dianggap jarang hadir di kantor dan tidak pernah terjun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi pendidikan di daerah. “Nadiem tidak memiliki latar belakang pendidikan, jarang ke kantor, dan tidak pernah berkunjung ke daerah,” ujar Jusuf Kalla dengan nada tegas.
Jusuf Kalla bahkan membandingkan Nadiem dengan tokoh-tokoh pendidikan terdahulu seperti Ki Hajar Dewantoro, Soemantri, Syarief Thayeb, dan Daoed Joesoef yang dianggapnya memiliki kontribusi besar dalam membangun sistem pendidikan Indonesia.
“Di belakang semua pendidikan itu, ada orang ‘the man behind the gun’. Kalau kita lihat daftar menteri pendidikan, ada nama besar seperti Ki Hajar Dewantoro yang mendirikan Taman Siswa, itu adalah cikal bakal prinsip pendidikan kita,” jelas Jusuf Kalla.
Kasus perundungan di sekolah memang bukan hal yang baru, namun semakin maraknya insiden ini menunjukkan bahwa penanganan yang ada belum cukup efektif. Keputusan Nadiem untuk menghindari pertanyaan media bisa dimaknai sebagai upaya menghindari sorotan atau bahkan mengindikasikan kurangnya kesiapan dalam memberikan solusi yang konkret terhadap permasalahan ini.
Ini jelas bukan pertanda baik, mengingat sebagai Menteri Pendidikan, Nadiem seharusnya berada di garis depan dalam mengatasi masalah-masalah krusial seperti ini.
Kritik dari Jusuf Kalla juga layak untuk diperhatikan. Kepemimpinan Nadiem yang sering disorot karena dianggap tidak memiliki pengalaman di bidang pendidikan semakin memperkuat persepsi bahwa jabatan ini membutuhkan seseorang yang tidak hanya berinovasi, tetapi juga paham tentang akar masalah di lapangan.
Bagaimanapun, pendidikan bukanlah sekadar masalah teknis, tapi menyangkut masa depan generasi bangsa. Semoga ke depannya, pemerintah lebih serius menanggapi kasus perundungan dan mengupayakan kebijakan yang menyentuh semua pihak.