(Khabar) – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa jumlah kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan drastis sebesar 9,48 juta orang dalam periode 2019-2024. Faktor utama yang memicu penurunan ini adalah dampak Covid-19, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan minimnya lapangan kerja yang tersedia. Kondisi ini menciptakan ketidakpastian ekonomi yang signifikan bagi banyak orang, khususnya bagi mereka yang berada di lapisan kelas menengah.
Pentingnya Jaring Pengaman Sosial
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menegaskan pentingnya memperkuat jaring pengaman sosial untuk mengurangi dampak buruk bagi kelas menengah yang semakin rentan. Menurutnya, kelompok pekerja informal yang minim perlindungan sangat membutuhkan dukungan dari program jaminan sosial yang lebih kuat.
“Dukungan program jaminan sosial sangat dibutuhkan untuk melindungi kelas menengah dari masalah kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, hingga kematian,” ujar Edy.
Pendapat Edy ini sangat relevan di tengah kondisi kelas menengah yang terus mengalami tekanan ekonomi. Jika tidak ada langkah konkret, penurunan ini bisa menyebabkan lebih banyak orang jatuh ke dalam kemiskinan.
Penambahan Kuota Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Pemerintah sudah mengalokasikan 96,74 juta orang sebagai penerima PBI dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hingga Agustus 2024. Namun, dengan penurunan kelas menengah yang signifikan, pemerintah perlu menambah kuota penerima menjadi 113 juta orang, sesuai dengan Perpres No. 36 Tahun 2023. Edy Wuryanto juga menegaskan perlunya segera mengimplementasikan kenaikan kuota ini. “Saya mendorong Pemerintah mengimplementasikan Perpres no. 36 tahun 2023 tersebut, dengan menaikkan kuota PBI dari 96,8 juta menjadi 113 juta orang,” tegasnya.
Penambahan Anggaran PBI JKN
Penambahan kuota tentu berimplikasi pada peningkatan anggaran. Alokasi anggaran untuk PBI JKN saat ini berada di angka Rp. 48,78 Triliun. Namun, dengan penambahan kuota, anggaran tersebut seharusnya ditingkatkan menjadi Rp. 56,85 Triliun.
“Dengan penambahan alokasi menjadi Rp. 56,85 Triliun diharapkan perlindungan jamsos kesehatan menjamin kelompok kelas menengah yang berkurang tersebut,” tambah Edy. Peningkatan ini tidak hanya penting untuk memperluas perlindungan kesehatan, tetapi juga menjaga stabilitas ekonomi kelas menengah yang semakin terhimpit.
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Kelas menengah yang terdampak penurunan ini juga sangat membutuhkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Hari Tua (JHT). Namun, hingga saat ini, Pasal 14 dan 17 UU SJSN belum sepenuhnya terealisasi, terutama untuk perlindungan pekerja miskin dan tidak mampu. Hal ini menunjukkan masih adanya kekurangan dalam implementasi jaminan sosial bagi kelompok masyarakat yang paling rentan.
Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)
Di sisi lain, Edy juga menyarankan agar pemerintah merevisi PP No. 37 Tahun 2021 terkait Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Menurutnya, persyaratan menjadi peserta JKP perlu dipermudah, sehingga lebih banyak pekerja, termasuk pekerja kontrak, dapat mengakses manfaat ini.
“Adapun yang perlu direvisi adalah persyaratan menjadi peserta JKP yang eligible dipermudah sehingga seluruh pekerja bisa menjadi peserta JKP yang eligible,” ujarnya. Revisi ini diharapkan mampu melindungi lebih banyak pekerja dari risiko kehilangan pekerjaan, yang menjadi salah satu penyebab utama penurunan kelas menengah.
Melihat kondisi penurunan kelas menengah yang cukup mengkhawatirkan, jelas bahwa perlindungan jaminan sosial yang ada saat ini belum mampu mengatasi masalah yang dihadapi. Pemerintah harus segera mengambil tindakan yang lebih konkret untuk memperbaiki sistem jaring pengaman sosial dan memperluas lapangan kerja formal. Jika tidak, risiko bertambahnya jumlah orang yang jatuh ke dalam kemiskinan akan semakin besar.