Khabar – Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan langkah besar dalam upaya mengurangi polusi udara dan meningkatkan kualitas lingkungan. Salah satu langkah strategis yang direncanakan adalah penghapusan BBM bersulfur tinggi seperti Pertalite dan Pertamax dari peredaran, mulai akhir tahun 2027 atau awal tahun 2028. Langkah ini bertujuan untuk menggantikan BBM tersebut dengan jenis BBM yang memiliki kandungan sulfur lebih rendah, sejalan dengan standar mesin Euro 4 dan 5.
Deputi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin, mengungkapkan bahwa penghapusan BBM bersulfur tinggi akan dilakukan secara bertahap di berbagai daerah. “Ini tentu membutuhkan kesiapan dari Pertamina, kilang. Akan dilakukan secara daerah per daerah, dan rencananya fully dilaksanakan secara nasional akhir 2027 atau 2028 yang pertama,” ujarnya.
Kaimuddin menekankan bahwa perubahan ini bertujuan untuk menurunkan emisi gas buang dan menciptakan udara yang lebih bersih, sesuai dengan standar lingkungan yang lebih ketat.
Meskipun ada penambahan biaya produksi, Kaimuddin menegaskan bahwa harga BBM baru yang rendah sulfur akan tetap setara dengan harga Pertalite dan Pertamax saat ini. “Kita tidak ada naikan harga BBM, tapi ada kenaikan cost untuk penambahan biaya produksi, itu yang nanggung pemerintah, artinya ada subsidi,” katanya.
Pemerintah akan menanggung biaya tambahan ini sebagai bentuk subsidi untuk Pertamina, sehingga harga jual ke konsumen tidak berubah.
Untuk mendukung produksi BBM berkualitas ini, Pertamina akan melakukan investasi tambahan sebesar 2 miliar dolar AS (sekitar Rp30 triliun). Investasi ini akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi di kilang, termasuk di RDMP Balikpapan.
“Melalui investasi Pertamina di RDMP Balikpapan, kami sudah investasi sekitar 5 miliar dolar AS, itu akan bisa produksi BBM kualitas EURO 5. Tapi memang untuk meningkatkan kilang lain juga investasinya cukup lumayan, ada sekitar hampir 2 miliar dolar AS,” ungkap SVP Business Development Pertamina, Wisnu Medan Santoso.
Langkah ini tentunya merupakan upaya positif untuk mengurangi dampak polusi dan mendukung kesehatan masyarakat. Namun, kita perlu mengapresiasi bahwa perubahan besar seperti ini memerlukan waktu dan persiapan yang matang.
Langkah pemerintah untuk mengurangi sulfur dalam BBM adalah langkah positif menuju masa depan yang lebih bersih. Meskipun ada tantangan dalam pelaksanaannya, seperti biaya tambahan dan investasi besar, ini adalah upaya yang patut dihargai.
Bagaimana kesiapan dari semua pihak untuk menghadapi perubahan ini akan sangat menentukan keberhasilan kebijakan ini. Ini adalah momen penting untuk menunjukkan bahwa kita dapat bergerak maju menuju lingkungan yang lebih bersih sambil memastikan dampak terhadap masyarakat tetap minimal.