Khabar – Apakah penambahan 10 kursi menteri akan membawa perubahan signifikan dalam kabinet Prabowo Subianto? Rencana penambahan kursi menteri dalam kabinet yang akan datang memang menarik perhatian banyak pihak. Kabarnya, kabinet Prabowo Subianto yang akan menjabat dari 2024 hingga 2029 akan mengembangkan jumlah menteri dari 34 menjadi 44. Apa makna di balik langkah ini?
Seiring dengan rencana penambahan kursi menteri, revisi Undang-Undang Kementerian Negara sedang digodok. Perubahan utama dalam revisi ini adalah penghapusan Penjelasan Pasal 10 yang mengatur tentang wakil menteri, mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menilai posisi tersebut tidak sesuai dengan struktur organisasi kementerian. Selain itu, Pasal 15 mengalami perubahan batas jumlah kementerian yang sebelumnya maksimal 34, kini disesuaikan dengan kebutuhan presiden dan efektivitas.
Keterangan dari Politisi: Fokus pada Optimasi dan Janji Kampanye
Sufmi Dasco Ahmad, Ketua Harian DPP Partai Gerindra, menjelaskan bahwa penambahan kementerian ini masih dalam proses simulasi. “Kami juga masih melakukan simulasi,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2024). Menurut Dasco, langkah ini bertujuan untuk mengoptimalkan tugas-tugas kementerian serta memenuhi janji kampanye Prabowo-Gibran. Nomenklatur dan jumlah kementerian diperkirakan akan diumumkan H-7 sebelum pelantikan presiden terpilih.
Analisis dan Kritik: Pertanyaan tentang Urgensi dan Efisiensi
Kunto Adi Wibowo, Analis Politik Universitas Padjadjaran, memprediksi penambahan kursi menteri ini sebagai bagian dari upaya bagi-bagi jatah kepada koalisi besar. Ia mempertanyakan urgensi penambahan hingga 44 menteri dan meminta penjelasan lebih lanjut tentang alasan teknis di balik keputusan ini. “Memang aromanya bagi-bagi karena dengan koalisi besar Pak Prabowo punya kewajiban kemudian membalas budi koalisi partai ini,” jelas Kunto kepada Tirto, Jumat (13/9/2024).
Isu Efisiensi dan Anggaran: Dampak pada APBN dan Birokrasi
Peneliti Perludem, Haykal, mengkritik fenomena bagi-bagi kursi pasca-pemilu yang diperparah dengan revisi UU Kementerian. Ia menganggap langkah ini bertentangan dengan pembentukan pemerintahan yang efektif. Bhima Yudhistira, Direktur Celios, juga menyuarakan kekhawatirannya mengenai dampak penambahan kementerian pada anggaran. “Jadi nambah lagi akan semakin berat. Jadi bayangin saja APBN sepertiga atau 31 persen untuk birokrasi belanja pegawai dan barang. Bahkan nilai belanja birokrasi melebih nilai subsidi dan bansos,” kata Bhima kepada Tirto.
Kesimpulan: Menimbang Pro dan Kontra
Penambahan jumlah kementerian dalam kabinet Prabowo Subianto memang menyimpan berbagai tantangan dan potensi keuntungan. Di satu sisi, langkah ini mungkin dapat membantu dalam mengakomodasi koalisi politik dan meningkatkan efektivitas pemerintahan. Di sisi lain, kritik terkait efisiensi dan beban anggaran menunjukkan perlunya evaluasi lebih mendalam untuk memastikan bahwa penambahan ini tidak berdampak negatif pada anggaran negara dan kinerja pemerintahan.
Langkah penambahan jumlah menteri tentu menarik untuk diikuti, terutama dalam konteks bagaimana hal ini akan mempengaruhi struktur pemerintahan dan anggaran negara. Penting untuk melihat apakah perubahan ini benar-benar akan mendatangkan manfaat yang signifikan atau justru menjadi beban tambahan yang tidak diperlukan. Kita semua tentu berharap bahwa setiap perubahan yang dilakukan dapat memberikan kontribusi positif bagi kemajuan negara tanpa menambah beban finansial yang terlalu berat.