KHABAR, JAKARTA – Ribuan buruh memadati depan Gedung DPR/MPR RI pada Kamis (28/8/2025) dalam aksi unjuk rasa menuntut kenaikan upah dan menolak kebijakan yang dianggap tidak adil.
Presiden KSPI sekaligus Ketua Partai Buruh, Said Iqbal, menyampaikan kritik tajam terhadap anggota DPR yang dinilainya menikmati gaji dan tunjangan besar, sementara buruh harus turun ke jalan hanya untuk menuntut kenaikan upah yang kecil.
“DPR jangan seenaknya naikin gaji ya, pakai joget-joget lagi! Itu yang menyakitkan hati rakyat, menyakiti buruh!” ujar Said di lokasi.
Ia mencontohkan perbandingan mencolok antara perjuangan buruh dan fasilitas yang diterima wakil rakyat.
“Buruh sampai turun ke jalan hanya untuk naik 8,5% itu rata-rata cuma Rp 200 ribu, mereka naikin sampai Rp 50 juta! Dikali 12 bulan sama dengan Rp 600 juta, nyewa di mana itu? Di surga? Mahal banget!” imbuhnya.
Said menegaskan buruh hanya meminta keadilan dan menolak adanya praktik upah murah.
“Tolak upah murah, kami meminta pemerintah menaikkan upah minimum menaikkan upah kita semua tahun 2026 sebesar 8,5%-10,5%. Jadi kita minta keadilan!” katanya.
Usulan Kenaikan Upah Sesuai Rumus MK
Said Iqbal menekankan bahwa tuntutan kenaikan upah sebesar 8,5% bukan angka sembarangan.
Menurutnya, perhitungan itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 168 yang menggunakan indikator inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
“Ini bukan asal minta naik. Litbang Partai Buruh dan KSPI sudah hitung berdasarkan data resmi dari BPS. Inflasi dari Oktober 2024 hingga September 2025 tercatat 3,26%,” jelasnya.
Ia melanjutkan, pertumbuhan ekonomi periode yang sama berada di kisaran 5,1–5,2%.
“Enggak perlu jadi profesor matematika buat ngitung ini. Tinggal tambahkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, selesai,” tandas Said.
Tuntutan Buruh dalam Aksi
Selain kenaikan upah minimum, buruh juga menyuarakan enam isu utama dalam aksi demonstrasi:
- Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah (HOSTUM): Buruh menuntut kenaikan upah minimum 2026 sebesar 8,5%-10,5%.
- Stop PHK: Mendesak pemerintah membentuk Satgas PHK guna mencegah gelombang pemutusan hubungan kerja.
- Reformasi Pajak Perburuhan: Naikkan PTKP menjadi Rp7.500.000/bulan, hapus pajak atas pesangon, THR, dan JHT, serta hentikan diskriminasi pajak pada pekerja perempuan menikah.
- Sahkan RUU Ketenagakerjaan tanpa Omnibus Law: Menjamin kepastian kerja, upah layak, dan perlindungan sosial.
- Sahkan RUU Perampasan Aset: Sebagai langkah konkret pemberantasan korupsi.
- Revisi RUU Pemilu: Mendesak perbaikan sistem Pemilu 2029 agar lebih demokratis, adil, dan partisipatif.
Aksi ribuan buruh ini menjadi sinyal kuat tekanan publik terhadap kebijakan upah minimum dan keistimewaan anggota DPR yang dianggap tidak sebanding dengan jerih payah pekerja.