Benjamin Netanyahu, perdana menteri Israel, menginstruksikan Pasukan Pertahanan Israel untuk terus berperang “dengan kekuatan penuh” sebagai tanggapan atas seruan yang dipimpin AS dan Prancis untuk melakukan gencatan senjata dengan Hizbullah.
Pihak Kantor Perdana Menteri mengatakan dalam sebuah pernyataan: “Ini adalah usulan AS-Prancis yang bahkan tidak ditanggapi perdana menteri. Berita tentang arahan untuk meredakan pertempuran di utara juga merupakan kebalikan dari kebenaran.”
Pasukan Pertahanan Israel mengatakan pagi ini bahwa mereka melanjutkan serangan terhadap Hizbullah di beberapa wilayah Lebanon untuk “membongkar dan menurunkan kemampuan Hizbullah dan infrastruktur teroris.”
Amerika Serikat, Prancis, dan sekutu lainnya pada Rabu bersama-sama menyerukan gencatan senjata selama 21 hari untuk memungkinkan negosiasi dalam konflik yang meningkat antara Israel dan Hizbullah, yang telah menewaskan lebih dari 600 orang di Lebanon dalam beberapa hari terakhir.
Pernyataan bersama tersebut, yang dinegosiasikan di sela-sela Majelis Umum PBB di New York, mengatakan pertempuran baru-baru ini “tak dapat ditoleransi dan menimbulkan risiko eskalasi regional yang lebih luas” yang tak dapat diterima.
Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada Kamis juga mempertimbangkan proposal gencatan senjata dengan menolak gagasan gencatan senjata 21 hari antara Israel dan Hizbullah.
Smotrich, anggota penting pemerintahan koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, bersikeras bahwa melanjutkan perang melawan Hizbullah merupakan satu-satunya jalan ke depan bagi Israel.
“Kampanye di utara harus diakhiri dengan satu hasil: menghancurkan Hizbullah dan menghilangkan kemampuannya melukai penduduk di utara,” kata Smotrich di X.
“Musuh tak boleh diberi waktu untuk pulih dari pukulan berat yang dideritanya dan mengatur ulang dirinya untuk melanjutkan perang setelah 21 hari,” ujarnya.
“Hizbullah menyerah atau perang—inilah satu-satunya cara untuk mengembalikan penduduk dan keamanan di wilayah utara dan negara ini.”
Serangan udara Israel telah merenggut lebih dari 630 nyawa di Lebanon setelah 72 orang lainnya tewas dalam serangan pada Rabu, sehingga mendorong terjadinya perundingan darurat di Majelis Umum PBB minggu ini di New York.
Usulan gencatan senjata bertujuan untuk memberi ruang bagi negosiasi diplomatik dan mengurangi risiko konflik regional yang lebih luas.
Dipelopori AS dan Perancis, yang menyerukan mosi darurat pada konferensi hari Rabu, tindakan tersebut didukung pula oleh Arab Saudi, Jerman, Jepang, dan Uni Emirat Arab.
“Kami menyerukan gencatan senjata segera selama 21 hari di perbatasan Lebanon-Israel untuk memberikan ruang bagi diplomasi,” bunyi pernyataan bersama tersebut. Pernyataan tersebut menekankan bahwa pertempuran menjadi “tidak dapat ditoleransi” dan menimbulkan ancaman signifikan terhadap stabilitas regional.
Puluhan ribu warga Lebanon di wilayah selatan yang dikuasai Hizbullah dan warga sipil Israel di Israel utara menanggung beban paling berat dalam konflik ini.
Ketakutan akan perang yang lebih luas antara Israel dan Hizbullah, kelompok militan yang didukung Iran, kian meningkat karena kedua belah pihak terus saling baku tembak hampir setiap hari.
Setelah pertemuan PBB, AS mendorong Israel dan Lebanon untuk segera mendukung gencatan senjata, dengan harapan hal itu dapat menciptakan stabilitas jangka panjang di sepanjang perbatasan.
Menurut para pejabat senior Amerika, Israel diperkirakan akan “menyambut baik” usulan tersebut, dan berpotensi mendukungnya ketika Netanyahu berpidato di Majelis Umum PBB akhir pekan ini.
Perdana Menteri Israel terpaksa menunda pidatonya yang dijadwalkan pada Senin setelah negaranya melancarkan serangan paling mematikan terhadap tetangganya di utara, Lebanon, sejak invasi tahun 2006.
Militer Israel telah melakukan kampanye agresif di Gaza, dan otoritas kesehatan Palestina melaporkan lebih dari 41.000 kematian warga Palestina. Kampanye ini diluncurkan setelah serangan militan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober.
Presiden Joe Biden terlibat aktif dalam upaya diplomatik, menyerukan deeskalasi di seluruh kawasan.
Berbicara dalam acara The View di ABC, Biden memperingatkan, “perang habis-habisan mungkin terjadi” tetapi menyatakan optimisme bahwa gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah dapat “secara mendasar mengubah seluruh wilayah.”
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berperan penting dalam menggalang dukungan global terhadap gencatan senjata.
Blinken pertama kali mengusulkan inisiatif ini dalam pertemuan dengan para pejabat Prancis pada hari Senin, kemudian mendapat dukungan dari para pemimpin utama Timur Tengah, termasuk Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al Thani dan Menteri Luar Negeri Saudi Faisal bin Farhan.
Upaya-upaya ini mencapai puncaknya dalam koalisi yang lebih luas, termasuk perwakilan dari negara-negara demokrasi industri Kelompok Tujuh (G7), yang memberi dukungan mereka terhadap proposal gencatan senjata.
Di Dewan Keamanan PBB pada hari Rabu, Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati mendukung gencatan senjata, mendesak dewan untuk menjamin “penarikan Israel dari seluruh wilayah Lebanon yang diduduki” sambil menggambarkan konflik tersebut sebagai “perang kotor.” Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon menyatakan, “Hal ini akan terjadi, baik setelah perang atau sebelum perang. Kami berharap hal ini akan terjadi sebelumnya.”