Acara Ruang Gagasan yang digelar oleh BEM Universitas Palangka Raya (UPR) pada 24 September 2024 seharusnya menjadi momen penting bagi mahasiswa untuk mendengar langsung visi-misi dari para calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah. Sayangnya, dua paslon memilih absen dari forum tersebut.
Fernando Fairsky, Gubernur BEM FISIP UPR, menyatakan kekecewaannya terhadap ketidakhadiran dua pasangan calon yang tidak memanfaatkan kesempatan ini. “Saya selaku Gubernur BEM FISIP UPR sangat menyayangkan atas ketidakhadiran dua paslon dalam acara Ruang Gagasan ini. Seharusnya, ini merupakan panggung bagi mereka bertemu dengan mahasiswa dan memanfaatkan potensi suara pemilih pemula yang cukup besar. Bahkan Gen Z melalui survei KPU, ada di angka 24,2% terbesar kedua berdasarkan Generasi DPT,” tegasnya.
Meski demikian, pasangan WILLY-HABIB dan ABDUL RAZAK-SRI SUWANTO hadir dalam acara tersebut, memberikan paparan tentang program strategis mereka. WILLY-HABIB menitikberatkan pada pemerataan pendidikan di Kalimantan Tengah, termasuk sarana dan prasarana pendidikan. Mereka juga menegaskan komitmennya terhadap pendidikan inklusif, terutama untuk kaum disabilitas. Willy M. Yoseph menekankan pentingnya jaminan mutu pendidikan bagi penyandang disabilitas serta prospek lapangan kerja di masa mendatang.
“Harapannya peningkatan mutu pendidikan bagi penyandang disabilitas dapat direalisasikan dan mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah yang nanti akan terpilih. Program pendidikan inklusif seharusnya juga turut andil menjadi cikal bakal pemerataan pendidikan di Kalimantan Tengah, jangan ada kesenjangan!” ungkap Fernando Fairsky, Gubernur BEM FISIP UPR.
Paslon ABDUL RAZAK-SRI SUWANTO fokus pada isu konflik agraria yang marak terjadi di Kalimantan Tengah. Abdul Razak menegaskan bahwa mereka akan mengambil langkah tegas terhadap perusahaan yang tidak mematuhi aturan, termasuk mencabut izin usaha. Ia menekankan bahwa kepentingan masyarakat harus selalu diutamakan. Namun, kritik terhadap solusi ini juga muncul dari mahasiswa.
“Kurang puas sebetulnya, kalau asal mencabut izin usaha dan memberikan sanksi bagi perusahaan yang melanggar ketentuan semata. Lantas bagaimana nasib dari masyarakat adat yang menjadi korban dari konflik yang ada? Berkaca dari kasus Bangkal, Keluarga Alm. Gijik dan Taufik masih memperjuangkan keadilan hingga saat ini!” ungkap Fernando Fairsky.
Acara Ruang Gagasan menjadi wadah penting bagi mahasiswa, yang juga merupakan kaum intelektual dan agent of change, untuk terlibat aktif dalam proses politik. Dengan kehadiran dua pasangan calon tersebut, mahasiswa mendapat gambaran lebih jelas mengenai program kerja mereka ke depan, terutama terkait pendidikan dan penyelesaian konflik agraria.