Palangka Raya (Khabar.co.id) – Sebuah perseteruan tanah antara warga dengan Radio Republik Indonesia (RRI) mencuat ke permukaan, kali ini terjadi di kawasan Jalan Tjilik Riwut KM.3. Keluarga E.S Rasat, yang telah mengklaim tanah tersebut telah digarap oleh keluarganya sejak tahun 1971, merasa keberatan atas tindakan sepihak yang dilakukan oleh RRI terkait pengambilalihan tanah tersebut bahkan tanah tersebut, disewakan/dikelola dijadikan cafe.
Kilat Kasanang didampingi ketua harian DPD Kota Palangka Raya Rintis Santana, mewakilkan DPP Fordayak, menyatakan bahwa pihaknya bertindak sebagai kuasa pendamping bagi keluarga E.S Rasat. Menurutnya, mereka menerima informasi bahwa pihak RRI telah memasang spanduk yang menyatakan tanah tersebut sebagai milik negara, berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA).
Dimenangkan di Pengadilan Tinggi, Namun Dibatalkan Kembali
Namun, menurut Kilat, keputusan MA tersebut hanya membatalkan putusan Pengadilan Tinggi yang sebelumnya memenangkan pihak keluarga E.S Rasat dalam sengketa ini (Nomor 22/PDT/2022/PT PLK). Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa keputusan MA tersebut tidak otomatis memberikan kemenangan kepada RRI yang telah mengambil alih tanah tersebut.
Dalam upaya mendampingi kliennya, Kilat menyarankan agar dilakukan mediasi antara kedua belah pihak. Ia mengungkapkan bahwa RRI mengklaim memiliki sertifikat asli tanah tersebut sejak tahun 1976. Ia juga menekankan pentingnya mediasi yang terbuka dan disaksikan oleh media, agar dokumen asli dari kedua pihak dapat dipertunjukkan secara transparan.
Menerima klien ini, adalah bagian dari upaya DPP Fordayak untuk memastikan bahwa setiap warga negara, termasuk keluarga E.S Rasat, mendapatkan hak-haknya. Mereka juga meyakini bahwa data-data yang dimiliki oleh klien mereka valid dan sah.
Kilas balik perjuangan keluarga E.S Rasat, yang telah menggarap sejak tahun 1971 dan diterbitkan Surat Keterangan Tanah No Reg. : 71/Pem/V-f/1976, tanggal 27 September 1976.
Memenuhi Pasal 3 Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962
“Pihak klien kami telah lama menguasai tanah tersebut, itu dibuktikan dengan keluarga sudah menguasai tanah, bangunan di sisi utara (masuk Jalan Tingang) dari dahulu.” Kilat Menegaskan.
DPP Fordayak berharap, melalui pendampingan ini, tercipta komunikasi yang terbuka dan jujur antara kedua belah pihak, dengan harapan dapat mencapai titik temu yang jelas.
“Yang kami kejar adalah kebenaran, dan kami menginginkan adanya transparansi penuh dalam pembuktian dokumen dari kedua belah pihak.” Ucap Kilat.
Kasus sengketa tanah seperti ini bukanlah hal yang baru di Indonesia, terutama ketika melibatkan warga kecil yang berhadapan dengan institusi besar seperti BUMN. Pentingnya mediasi dan keterbukaan dalam penanganan kasus ini menjadi sorotan utama. Keterlibatan pihak media, dapat membantu memastikan bahwa proses ini berlangsung adil dan transparan bagi semua pihak yang terlibat. Kejelasan hak dan kepemilikan yang didukung oleh bukti-bukti valid menjadi kunci dalam menyelesaikan sengketa ini secara damai dan adil.
Negara tampa adanya warga negara apakah dapat disbt Negara?
Ada gula ada semut