Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto berpeluang mendapatkan sumber dana baru yang signifikan di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Potensi dana baru ini diperkirakan mencapai Rp 400 triliun, yang berasal dari dua sumber utama: tindakan tegas terhadap pengusaha nakal dan pemanfaatan karbon kredit.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo, yang juga merupakan adik dari Presiden Prabowo, menyatakan bahwa salah satu sumber dana baru tersebut berasal dari penindakan tegas terhadap pengusaha sawit nakal. Dalam pernyataannya, ia menjelaskan bahwa Jaksa Agung Muda siap mengambil tindakan hukum terhadap sekitar 300 pengusaha sawit yang diduga menghindari pajak.
Bahkan, Hashim mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 25 pengusaha yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan 15 pengusaha lainnya tidak memiliki rekening bank di Indonesia. Pengusaha-pengusaha ini diduga melakukan aktivitas ilegal yang merugikan negara, terutama dalam sektor pajak.
Menurut Hashim, laporan terkait pengusaha-pengusaha tersebut sudah disampaikan kepada Presiden Prabowo. Dari tindakan hukum yang akan diambil, diperkirakan negara akan menerima dana sekitar Rp 189 triliun dalam waktu singkat, dan tambahan Rp 120 triliun lagi dalam waktu yang lebih panjang. Total dana dari penindakan terhadap pengusaha nakal ini diperkirakan mencapai Rp 300 triliun.
Selain dari penindakan terhadap pengusaha nakal, sumber dana baru lainnya yang diidentifikasi oleh Hashim adalah karbon kredit. Menurut kajian yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hutan-hutan Indonesia memiliki kapasitas besar dalam menyerap karbon, yaitu mencapai 577 juta ton karbon. Potensi ini membuka peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan karbon kredit sebagai sumber pendapatan negara.
Hashim berencana untuk menawarkan karbon kredit Indonesia kepada negara-negara penghasil emisi seperti Arab Saudi, Qatar, dan Abu Dhabi dalam forum internasional COP 29 yang akan diadakan di Baku, Azerbaijan. Ia berharap melalui lelang karbon kredit ini, negara-negara tersebut berminat untuk membeli kredit karbon dengan harga minimal 10 dolar per ton karbon yang diserap.
Jika rencana ini berhasil, diperkirakan Indonesia akan mendapatkan dana sebesar 5,8 miliar dolar AS, atau setara dengan Rp 190 triliun, dari hasil penjualan karbon kredit. Dengan demikian, total dana baru yang bisa didapatkan dari penindakan terhadap pengusaha nakal dan penjualan karbon kredit diperkirakan mencapai Rp 400 triliun.
Dengan adanya potensi tambahan dana hingga Rp 400 triliun, pemerintah Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa harus bergantung sepenuhnya pada APBN. Dana ini dapat digunakan untuk mendukung berbagai program pembangunan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mengurangi defisit anggaran.
Penindakan tegas terhadap pengusaha nakal juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum dan menciptakan iklim bisnis yang lebih sehat di Indonesia. Selain itu, pemanfaatan karbon kredit menunjukkan langkah proaktif Indonesia dalam berkontribusi pada upaya global mengurangi emisi karbon dan mengatasi perubahan iklim.