Peringatan dari ekonom senior Indonesia, Didik J Rachbini, mengenai utang negara memunculkan pertanyaan besar: apakah Indonesia akan menghadapi krisis ekonomi yang lebih dalam di bawah pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto? Dalam Forum Guru Besar dan Doktor Insan Cita pada Senin (16/9/2024), Didik menyampaikan kekhawatirannya dengan nada mendalam dan jelas.
Porsi Utang yang Mengkhawatirkan
Saat ini, utang Indonesia mendekati angka Rp10.000 triliun. Didik J Rachbini, yang juga Rektor Universitas Paramadina, menyoroti bahwa beban bunga utang yang harus dibayar setiap tahun sangat besar. “Selama ini tidak ada seorang pun di lembaga, DPR, Parlemen yang menjaga dengan check and balance pengambilan keputusan-keputusan itu. Sehingga saat ini hutang kita bisa mencapai hampir Rp10.000 triliun. Dan dampaknya untuk bayar bunga saja sudah sedemikian besar setiap tahun,” jelas Didik.
Risiko Krisis yang Semakin Dalam
Dalam diskusi tersebut, Didik mengingatkan bahwa jika Prabowo melanjutkan kebijakan ekonomi yang sama dengan yang diterapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia berisiko mengalami krisis yang lebih mendalam. Seperti yang pernah diungkapkan almarhum Faisal Basri, risiko krisis akan semakin besar jika pemerintah baru tidak mengubah arah kebijakan dan terus menambah utang.
“Pemerintahan baru Prabowo, pasti akan mewarisi hutang itu. Kalau nanti berhutang lagi, dengan menjalankan kebijakan yang sama dengan Jokowi, maka seperti yang dikatakan alm. Faisal Basri, Insyaallah kita akan krisis. Akan lebih dalam krisisnya,” ungkap Didik.
Dampak Terhadap Anggaran
Dengan posisi utang sebesar Rp8.500 triliun, pemerintah saat ini harus membayar sekitar Rp500 triliun per tahun hanya untuk bunga utang. “Tetapi utang negara, satu kali keputusan mengambil utang sedemikian besar, maka karena harus membayar cicilan utang dan pokok yang pasti semakin besar. Dampaknya anggaran pendidikan berkurang, anggaran untuk daerah berkurang. Oleh karenanya seluruh keputusan yang dilakukan oleh pejabat negara soal utang ini akan berpengaruh ke kanan ke kiri,” tambah Didik.
Perspektif
Apa yang diperingatkan Didik adalah panggilan untuk refleksi mendalam bagi pemerintahan yang akan datang. Dalam konteks ekonomi global yang tidak pasti, terus mengandalkan utang sebagai solusi bisa membawa konsekuensi yang sangat berat bagi masa depan bangsa. Prabowo dan timnya harus mempertimbangkan dengan serius pendekatan baru yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan jangka pendek tetapi juga keberlanjutan ekonomi jangka panjang. Adakah kebijakan alternatif yang bisa mengurangi beban utang tanpa mengorbankan pembangunan?
Menjaga keseimbangan antara pengelolaan utang dan investasi dalam pendidikan serta pembangunan daerah harus menjadi prioritas utama. Kebijakan yang cermat dan inovatif akan sangat penting untuk memastikan bahwa Indonesia tidak hanya selamat dari krisis tetapi juga siap untuk masa depan yang lebih cerah.