Presiden Jokowi meninjau proyek pembangunan pabrik smelter PT Freeport Indonesia (FBPMI Setpres/Laily Rachev)

Jokowi Investasi Rp60 Triliun untuk Smelter: Freeport Kini Milik Indonesia

Apakah langkah Indonesia untuk mengoperasikan smelter baru merupakan sinyal kemandirian industri yang lebih kuat? Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini mengumumkan bahwa dua smelter tembaga, yaitu milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur, dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, akan mulai beroperasi minggu depan. Investasi masing-masing smelter mencapai sekitar Rp60 triliun, sebuah angka yang menunjukkan komitmen besar pemerintah dalam mengembangkan industri dalam negeri.

Jokowi menegaskan, “Minggu depan akan ada dua smelter besar yang investasinya kurang lebih 50-60 triliun sudah beroperasi, yaitu di Amman di Sumbawa dan Freeport di Gresik.” Pernyataan ini tidak hanya memberikan harapan bagi sektor industri, tetapi juga menunjukkan pentingnya pengembangan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi.

Satu hal yang menarik adalah kepemilikan saham di Freeport. Jokowi menjelaskan bahwa Freeport bukan lagi milik Amerika, karena kini mayoritas sahamnya dimiliki oleh Indonesia (MIND ID) dengan 51 persen. “Hati-hati kalau kita bicara freeport sekarang bukan milik Amerika… sekarang sudah kita miliki 51 persen dan sebentar lagi akan menjadi 61 persen,” tambahnya. Ini adalah langkah signifikan yang menunjukkan kemandirian ekonomi Indonesia di sektor sumber daya alam.

Namun, apa arti semua ini bagi hilirisasi? Jokowi menegaskan bahwa hilirisasi akan tetap menjadi prioritas pemerintah. Ia mengungkapkan rencana meresmikan smelter bauksit di Bintan, Kepulauan Riau, dan Mempawah, Kalimantan Barat, untuk meningkatkan nilai tambah bauksit. “Hilirisasi di bauksit, sudah jadi yang satu di Bintan kemudian minggu depan saya juga akan resmikan di Mempawah, di Kalbar,” ujarnya.

Dalam konteks global, Jokowi menjelaskan bahwa dalam kondisi dunia yang normal, Indonesia mungkin tidak akan mampu melakukan hilirisasi karena akan dicegat oleh negara-negara maju. “Pada posisi normal. Pada posisi dunia normal kita tidak mungkin melakukan ini pasti akan dicegat oleh negara-negara maju,” katanya. Ini menunjukkan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengembangkan industri di tengah persaingan global yang ketat.

Secara keseluruhan, berita ini menyoroti langkah positif Indonesia dalam pengembangan industri melalui pengoperasian smelter baru dan peningkatan kepemilikan saham di Freeport. Namun, tantangan hilirisasi dan situasi global tetap menjadi perhatian.

Kita patut optimis bahwa dengan langkah-langkah ini, Indonesia bisa mencapai kemandirian industri yang lebih besar. Namun, kita juga harus tetap kritis terhadap bagaimana kebijakan ini dapat beradaptasi dengan tantangan yang ada. Apakah pemerintah akan mampu menjaga momentum ini dan memastikan bahwa semua langkah tersebut membawa manfaat bagi masyarakat luas? Hanya waktu yang akan menjawab.

More From Author

Presiden Jokowi meninjau proyek pembangunan pabrik smelter PT Freeport Indonesia (FBPMI Setpres/Laily Rachev)

Pekerja Freelance: Solusi atau Masalah? Pendapat Jokowi di ISEI 2024

Presiden Jokowi meninjau proyek pembangunan pabrik smelter PT Freeport Indonesia (FBPMI Setpres/Laily Rachev)

Datik Detik Penangkapan: Tersangka Pembunuh Gadis Gorengan Terjepit di Plafon!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *