Apakah kita pernah berpikir bahwa membangun sesuatu dengan niat baik bisa berujung buruk? Kisah Haji Endang di Karawang, Jawa Barat, menunjukkan bahwa terkadang keberhasilan datang dari ide sederhana yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Jembatan perahu yang ia bangun, yang menghubungkan Desa Parung Mulya dengan Desa Anggadita, bukan hanya memudahkan akses warga, tapi juga membawa keuntungan hingga Rp 25 juta per hari. Namun, jika kita bandingkan dengan cerita Huang Deyi dari China Utara, kita bisa melihat dua nasib yang sangat berbeda.
Haji Endang mendapatkan apresiasi dan dukungan penuh dari masyarakat, sementara Huang Deyi, yang membangun jembatan ponton di Sungai Taoer pada 2005, justru berakhir di penjara. Mengapa dua orang yang sama-sama berusaha membantu orang banyak bisa mendapatkan hasil yang bertolak belakang?
Huang Deyi, yang mengeluarkan uang pribadi sebesar 130.000 yuan (sekitar Rp 281 juta) untuk membangun jembatan di Desa Zhenlin, menghadapi tuduhan memanfaatkan proyek ini untuk keuntungan pribadi. Ia dihukum dua tahun penjara karena mengoperasikan jembatan tanpa izin resmi. “Huang mengakui bahwa jembatan itu dibangun tanpa izin resmi, namun ia bersikukuh bahwa biayanya digunakan untuk perbaikan jembatan,” jelasnya dalam sidang. Hingga kini, Huang masih berjuang melalui proses hukum yang panjang, sambil menunggu janji pemerintah untuk membangun jembatan resmi di desa tersebut.
Di sisi lain, Haji Endang tak pernah menghadapi masalah hukum. Jembatan perahu miliknya, yang sederhana namun efektif, diterima dengan baik oleh masyarakat Karawang. Bahkan hingga kini, tak ada masalah yang muncul terkait jembatan itu. “Jembatan perahu Haji Endang mampu bertahan hingga kini tanpa masalah hukum,” kata seorang warga setempat.
Perbedaan nasib antara Haji Endang dan Huang Deyi sangat mencolok. Haji Endang sukses besar dan membantu banyak orang tanpa tersandung masalah hukum, sementara Huang terjebak dalam proses hukum yang tak kunjung usai. Ini menjadi pertanyaan besar bagi kita: apakah hukum selalu adil, ataukah terkadang kita perlu menilai sesuatu berdasarkan niat dan dampak positifnya?
Dari dua kisah ini, kita bisa belajar bahwa niat baik saja kadang tak cukup. Prosedur hukum tetap harus diperhatikan, terutama dalam proyek-proyek yang bersinggungan dengan masyarakat luas. Namun, apakah proses hukum yang berkepanjangan seperti yang dialami Huang Deyi benar-benar diperlukan? Bukankah proyeknya juga memberikan manfaat nyata bagi desa yang ia bantu? Sebagai masyarakat, kita harus kritis dalam menilai apakah aturan yang ada sudah mencerminkan keadilan yang sesungguhnya.
Terkait jembatan perahu Haji Endang, keberhasilannya juga tak lepas dari dukungan masyarakat sekitar. Masyarakat Karawang merasa sangat terbantu dengan adanya jembatan ini. Perjalanan mereka yang sebelumnya memutar jauh menjadi lebih singkat dan efisien. Jembatan ini bisa bertahan karena rasa saling percaya dan dukungan penuh dari lingkungan sekitar.
Pada akhirnya, kisah Haji Endang dan Huang Deyi memberikan kita pelajaran berharga tentang pentingnya prosedur yang benar, tapi juga tentang bagaimana niat baik bisa dihargai. Mungkin, kita harus mulai berpikir apakah ada cara untuk menyeimbangkan antara aturan dan kemanusiaan, agar mereka yang berbuat baik tak harus berakhir seperti Huang Deyi.