Debat publik pertama calon gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) mendapat berbagai tanggapan dari akademisi dan pengamat politik. Akademisi dari Universitas Palangka Raya (UPR), Fitria Husnatarina, dan pengamat politik Paulus Yance sama-sama menyoroti kualitas perdebatan yang menurut mereka masih dangkal dan kurang mendalam dalam menjawab isu-isu penting yang dihadapi Kalteng.
Tanggapan Akademisi UPR, Fitria Husnatarina
Fitria Husnatarina, yang juga bertindak sebagai panelis dalam debat publik ini, menilai debat berjalan dengan kondusif dan baik. Setiap pasangan calon (cagub-cawagub) menyampaikan perspektif mereka berdasarkan visi-misi dan program-program yang terkait. Menurut Fitria, “Saya melihat setiap pasangan cagub dan cawagub memiliki perspektif dan berpatokan dengan visi-misinya yang menjadi acuan mereka adalah program-program tertentu.”
Namun, Fitria juga mencatat bahwa jawaban dari para calon masih belum spesifik dan hanya membahas isu-isu di permukaan, belum mendalam seperti yang diharapkan panelis. “Dalam perspektif yang membahas masih di ranah kulit, belum mendalam dan belum terkait yang diharapkan panelis, yakni dijawab secara spesifik,” ujarnya.
Meskipun demikian, Fitria merasa jawaban para calon sudah memberikan gambaran tentang visi-misi mereka, terutama yang terkait dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kalteng, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Ia berharap dalam debat-debat berikutnya, para calon bisa lebih spesifik dalam menjawab dan fokus pada kebijakan yang bisa dieksekusi secara langsung. “Hal-hal yang bisa ditunjukan dalam jangka pendek yang dilihat oleh masyarakat semoga mampu menjawab berbagai kebutuhan dari masyarakat,” tambah Fitria.
Selain itu, Fitria berharap agar pemikiran para cagub-cawagub lebih detil dan mampu menggambarkan kekhususan dari Kalteng. Ia juga mengapresiasi KPU Kalteng atas penyelenggaraan debat yang berlangsung lancar dan kondusif. “Kita juga mengapresiasi panitia penyelenggara debat, karena berjalannya debat berlangsung lancar, aman, kondusif baik, penuh dengan energi dan kebersamaan,” ujarnya.
Pandangan Pengamat Politik, Paulus Yance
Sementara itu, pengamat politik Paulus Yance memberikan pandangan yang sedikit berbeda. Menurutnya, debat publik pertama ini kurang mengesankan karena pertanyaan panelis terkesan aman dan kurang menyentuh isu-isu kontekstual Kalteng. “Pertanyaan-pertanyaan yang dibuat panelis lebih cenderung aman dan kurang menyentuh kerangka kontekstual Kalteng,” kata Yance.
Debat ini, menurut Yance, lebih sering menampilkan kesepakatan daripada mempertentangkan gagasan di antara pasangan calon. “Debat terlihat lebih sering menampilkan kesepakatan dan kurang mendebat konsep dan jawaban pasangan calon lain,” ujarnya.
Yance juga mengkritik jawaban para calon yang menurutnya masih dangkal dan kurang fokus pada isu-isu relevan dengan Kalteng. “Jawaban masing-masing pasangan calon lebih banyak berkutat pada persoalan permukaan dan kurang mendalam pada masalah-masalah kontekstual yang dihadapi Kalteng,” tambah Yance.
Ia bahkan memperkirakan bahwa hasil dari debat perdana ini tidak akan memberikan pengaruh signifikan terhadap potensi suara pasangan calon. “Kurang adanya debat yang menguji ketangkasan tiap calon dalam menyuarakan perekonomian Kalteng berkelanjutan secara utuh,” tutupnya.
Dengan berbagai masukan dari akademisi dan pengamat, harapan besar disematkan pada debat-debat publik berikutnya. Panelis dan masyarakat sama-sama menantikan agar para calon bisa lebih mendalam dan fokus pada solusi konkret untuk menjawab tantangan di Kalteng.