KHABAR, PALANGKA RAYA – Polemik mencuat di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Palangka Raya (UPR) setelah aparat kepolisian masuk ke ruang kampus pada Kamis, 21 Agustus 2025, dengan alasan kegiatan “praktisi mengajar.”
Peristiwa tersebut memantik respons kritis dari mahasiswa, salah satunya datang dari Fernando Fairsky, Demisioner Gubernur BEM FISIP UPR 2024/2025.
Kritik Mahasiswa terhadap Kehadiran Aparat di Kampus
Fernando menegaskan bahwa kampus sejatinya adalah ruang otonom yang harus berdiri independen untuk menjaga prinsip kebebasan akademik.
“Kampus seharusnya menjadi ruang otonom yang berdiri secara independen dalam menjaga prinsip kebebasan akademik serta menjamin ruang kebebasan berekspresi bagi mahasiswa,” tegasnya.
Ia menilai aparat bukanlah entitas netral karena bagian dari struktur kekuasaan yang kerap menjadi objek kritik dalam kajian akademik.
“Membiarkan mereka sama saja seperti menormalisasikan kekuasaan represif masuk ke ruang ilmu pengetahuan,” tambahnya.
Alternatif Praktisi Mengajar
Menurut Fernando, kegiatan praktisi mengajar lebih relevan jika menghadirkan tokoh akademisi independen maupun pegiat sesuai bidangnya.
“Adanya praktisi mengajar sejatinya lebih relevan apabila melibatkan akademisi independen ataupun pegiat sesuai sub-bidangnya terlebih FISIP yang merupakan bidang keilmuan sosial dan politik,” ujarnya.
Ia bahkan menyarankan beberapa lembaga negara yang lebih tepat untuk dilibatkan.
“Kita bisa melibatkan KPK atau BPKP apabila berbicara perihal praktisi yang mengerti tentang Pendidikan Anti Korupsi,” jelas Fernando.
Ajakan untuk Evaluasi dan Refleksi
Fernando juga menekankan pentingnya kritik mahasiswa diterima sebagai wujud kepedulian terhadap kampus.
“Saya percaya pihak kampus dapat menerima kritik atas keresahan mahasiswa dan gerakan akar rumput yang mencuat dapat menjadi pertimbangan khusus yang dapat ditindaklanjuti serta menjadi bahan evaluasi bersama,” kata Fernando.
Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa keresahan mahasiswa muncul dari rasa cinta terhadap kampus.
“Saya anggap keresahan tersebut merupakan bentuk rasa cinta mahasiswa terhadap kampusnya, dan mahasiswa tentu ingin ruang aman untuk dapat berekspresi dan beraspirasi seluas mungkin di tempatnya bernaung,” pungkasnya.