Transmigrasi di Kalimantan Tengah, Solusi atau Masalah Baru?

KHABAR, KUALA KURUN – Ketua DPRD Kabupaten Gunung Mas (Gumas), Binartha, menegaskan penolakannya terhadap wacana program transmigrasi yang direncanakan pemerintah pusat untuk digulirkan di Kalimantan Tengah, khususnya wilayah Gumas.

Program transmigrasi ini masuk dalam agenda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, di mana Pulau Kalimantan ditetapkan sebagai salah satu kawasan prioritas.

Alasan Penolakan

Di hadapan media, Binartha menyatakan kekhawatirannya bahwa program tersebut dapat mengancam eksistensi masyarakat adat serta mengusik tatanan kehidupan lokal yang sudah berlangsung turun-temurun.

Dirinya mempertanyakan apakah Kabupaten Gunung Mas pernah mengusulkan program transmigrasi ke pemerintah pusat.

“Saya tidak anti pembangunan ya. Tapi program transmigrasi harus dikaji ulang secara mendalam! Jangan sampai masyarakat lokal hanya jadi penonton di tanah leluhurnya sendiri,” tegas Binartha di ruang kerjanya, Rabu (13/8/2025).

Kondisi Masyarakat Lokal

Binartha, yang akrab disapa Obin, menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah yang masih banyak belum sejahtera.

Hak dasar masyarakat, termasuk kepemilikan tanah, menurutnya masih sulit diperoleh.

“Kebijakan pemerintah pusat dengan melakukan penertiban kawasan hutan. Ada banyak desa, ibukota kelurahan, ibukota kecamatan yang masih di dalam kawasan hutan. Ada banyak petani kita yang tanahnya masih di dalam kawasan hutan. Lalu dengan program transmigrasi, bagaimana nasib warga lokal Kalteng khususnya di Kabupaten Gunung Mas,” ujar Obin.

Risiko dan Dampak

Figur berlatar belakang pengusaha itu menilai program transmigrasi berpotensi memicu konflik lahan, perubahan sosial-budaya, hingga ketimpangan akses ekonomi.

“Pendekatan top-down seperti itu justru menciptakan kegelisahan di akar rumput. Sejatinya pemerintah pusat harus memperhatikan potensi dampak sosial dan ekonomi yang mungkin muncul dari program itu,” tambahnya.

Menurut Obin, pembangunan daerah harus dilakukan melalui dialog terbuka dengan masyarakat adat, tokoh desa, dan para pemangku kepentingan lokal.

Solusi yang Ditawarkan

Ia menekankan pentingnya pemetaan kebutuhan tenaga kerja serta penyediaan lapangan kerja baru bagi masyarakat lokal sebelum membuka ruang bagi kedatangan transmigran.

“Saya tidak menolak kehadiran orang luar di wilayah Kalteng khususnya di Kabupaten Gunung Mas. Tapi yang saya tolak jika cara masuknya itu justru merusak tatanan yang ada. Hak tanah adat harus dihormati, dan masyarakat lokal harus menjadi subjek pembangunan, bukan korban kebijakan,” tegas Obin menutup.

(nh)

Leonard Ungkap Kunci Sukses Sanitasi Kalteng, Bukan Sekadar Infrastruktur

11 Kabupaten Kalteng Dikumpulkan di Palangka Raya, Ternyata Untuk…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *