Pemerintah telah memutuskan bahwa tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk tahun 2025 tidak akan mengalami kenaikan. Keputusan ini diambil melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani. Bagi banyak pihak, ini kabar yang mengejutkan mengingat kebijakan cukai rokok biasanya mengalami kenaikan setiap tahun. Namun, di balik keputusan ini, ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan.
Menurut Askolani, langkah ini diambil karena pemerintah memperhatikan tren downtrading yang terjadi di masyarakat, di mana banyak konsumen beralih ke rokok dengan harga lebih murah. Fenomena ini telah menyebabkan penurunan penerimaan cukai pada tahun ini. Dalam keterangannya, Askolani menyebutkan, “Kami mempertimbangkan situasi pasar dan tren yang berkembang, sehingga keputusan ini diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dan kondisi industri.”
Dampak bagi Perusahaan Rokok
Bagi perusahaan rokok besar seperti $HMSP, $GGRM, dan $WIIM, keputusan ini bisa menjadi angin segar. Menurut laporan dari Stockbit, tidak adanya kenaikan cukai diprediksi akan berdampak positif bagi perusahaan-perusahaan ini. Biasanya, setiap tahun, cukai naik sekitar 10%, seperti yang terjadi pada 2023 dan 2024. Namun, dengan cukai yang tetap, tekanan terhadap biaya produksi berkurang, dan hal ini diperkirakan akan meningkatkan profitabilitas serta pendapatan mereka.
Meski begitu, ada isu lain yang tetap menjadi perhatian, yaitu potensi kenaikan harga jual eceran (HJE) produk tembakau pada 2025. Jika ini terjadi, konsumen tetap mungkin akan beralih ke produk yang lebih murah. Artinya, tren downtrading bisa saja tetap berlanjut.
Downtrading: Tantangan yang Terus Ada
Meski cukai tidak naik, tren downtrading masih diprediksi akan terus terjadi. Hal ini karena kesenjangan harga antara produk rokok SKM tier 1 dan tier 2 saat ini sangat besar, mencapai 64%. Dengan perbedaan harga yang signifikan ini, konsumen cenderung memilih rokok tier 2 yang lebih murah. Jika pemerintah benar-benar menaikkan HJE tanpa mempersempit kesenjangan harga, downtrading akan tetap menjadi tantangan bagi produsen rokok tier 1.
Sebagai catatan tambahan, produsen rokok juga dihadapkan pada kewajiban untuk memastikan harga produk mereka di pasar setidaknya 85% dari HJE yang diatur pemerintah. Aturan ini menambah tekanan bagi produsen agar tetap kompetitif di pasar sambil memenuhi standar yang ditetapkan.
Kita perlu berpikir lebih kritis—apakah kebijakan ini benar-benar berdampak positif jangka panjang? Apakah harga yang lebih rendah benar-benar solusi, atau justru memperparah masalah kesehatan masyarakat akibat rokok murah? Di sisi lain, pemerintah mungkin perlu memikirkan cara lain untuk menutupi potensi kehilangan pendapatan dari cukai rokok, misalnya dengan mendorong sumber pendapatan alternatif yang lebih berkelanjutan.