Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Kemenkeu Muchamad Arifin, Direktur Penerimaan Bukan Pajak Kementerian/Lembaga Ditjen Anggaran Kemenkeu Wawan Sunarjo, dan Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu M. Aflah Farobi Foto: Kemenkeu

Target Cukai Minuman Berpemanis 2025 Diturunkan, Apa Alasannya?

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menargetkan penerimaan cukai dari Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) sebesar Rp3,8 triliun pada tahun 2025. Target ini lebih rendah dibandingkan target pada APBN 2024 yang mencapai Rp4,3 triliun. Mengapa terjadi penurunan target dan apa dampaknya bagi perekonomian?

Penjelasan DJBC: Penyesuaian dengan Kondisi Ekonomi

Penurunan target penerimaan cukai ini didasarkan pada hasil diskusi DJBC dengan DPR dan menyesuaikan kondisi ekonomi saat ini. M. Aflah Farobi, Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC, mengatakan bahwa cukai ini harus disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, mengingat perubahan kebijakan seperti ini dapat berdampak besar.

“Kenapa (cukai) kok lebih rendah? Itu kemarin kami telah diskusi dengan DPR dan melihat bahwa untuk penerapan cukai berpemanis ini tentunya harus dikaji sesuai perkembangan ekonomi,” ungkapnya dalam acara Media Gathering di Anyer, Banten.

Penyesuaian target cukai ini menjadi langkah yang penting, namun menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana dampaknya terhadap industri makanan dan minuman?

Usulan Tarif Cukai yang Masih Dalam Kajian

Saat ini, pemerintah masih mempertimbangkan tarif cukai sebesar 2,5 persen untuk minuman berpemanis. Meski belum ada keputusan final, tarif ini menjadi sorotan karena bisa memengaruhi banyak pihak, terutama sektor usaha.

“Itu kemarin ada masukan tarif 2,5 persen masuk ke kajian kita, jadi belum kita putuskan. Ini pengaruh nantinya bagaimana policy pemerintah baru,” jelas Aflah.

Tarif ini juga akan tergantung pada kebijakan pemerintah baru yang dipimpin oleh Prabowo Subianto. Pengusaha tentu berharap kebijakan ini tak hanya memperhitungkan kesehatan, tetapi juga daya beli masyarakat.

Pengusaha Meminta Dilibatkan Lebih Lanjut

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menegaskan pentingnya pelibatan pengusaha dalam pembuatan aturan cukai ini. Dia berharap pemerintah lebih terbuka terhadap masukan dari pihak pengusaha, terutama untuk aturan turunannya.

“Saat ini kami harapkan untuk aturan turunannya itu kami lebih dilibatkan. Jadi konsultasi ini bisa berjalan, dan kami juga sudah melibatkan semua asosiasi,” ujar Shinta.

Kolaborasi ini dianggap penting agar kebijakan yang diambil tidak hanya fokus pada cukai, tetapi juga pada dampak ekonomi yang lebih luas.

Dampak Ekonomi: Ancaman PHK Massal dan Penurunan Daya Beli

Shinta juga memperingatkan bahwa kebijakan cukai yang terlalu ketat bisa menyebabkan efek domino yang membahayakan sektor ekonomi. Menurutnya, sektor makanan dan minuman menyumbang 39 persen terhadap PDB industri non-migas, serta 6,55 persen terhadap PDB nasional. Dengan pengenaan cukai yang tinggi, bisa jadi daya beli masyarakat menurun dan mengakibatkan PHK massal.

Pertanyaan: Apakah Kebijakan Ini Akan Menyelesaikan Masalah Kesehatan?

Shinta meragukan bahwa pengurangan kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) dalam minuman berpemanis bisa langsung berdampak signifikan pada penurunan angka penyakit di masyarakat. Menurutnya, pembatasan ini belum tentu menjadi solusi terbaik, apalagi jika penerapannya tidak tepat sasaran.

Menjaga Keseimbangan Antara Kesehatan dan Ekonomi

Kebijakan pengenaan cukai pada minuman berpemanis memang memiliki tujuan mulia, yakni menekan angka penyakit yang disebabkan oleh konsumsi berlebihan. Namun, perlu diperhatikan bahwa kebijakan ini juga harus mempertimbangkan dampak pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat luas. Jika tarif terlalu tinggi, daya beli masyarakat bisa terganggu, dan sektor industri makanan serta minuman pun akan mengalami tekanan berat.

Pemerintah harus berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait tarif cukai ini. Kolaborasi yang lebih intens dengan para pengusaha perlu terus dilakukan agar kebijakan ini bisa berjalan tanpa mengorbankan salah satu pihak. Bagaimana pun juga, menjaga keseimbangan antara kesehatan publik dan stabilitas ekonomi adalah kunci dari kebijakan yang berhasil.

Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Kemenkeu Muchamad Arifin, Direktur Penerimaan Bukan Pajak Kementerian/Lembaga Ditjen Anggaran Kemenkeu Wawan Sunarjo, dan Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu M. Aflah Farobi Foto: Kemenkeu

Israel Tolak Seruan AS dan Sekutu untuk Gencatan Senjata dengan Hizbullah

Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Kemenkeu Muchamad Arifin, Direktur Penerimaan Bukan Pajak Kementerian/Lembaga Ditjen Anggaran Kemenkeu Wawan Sunarjo, dan Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu M. Aflah Farobi Foto: Kemenkeu

Instagram Dikabarkan Hapus Arsip Story, Yuk Backup Sebelum Terlambat!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *