Ilustrasi mangkok kosong yang menggambarkan kondisi kelaparan.

Tingkat Kelaparan di Indonesia Peringkat Tiga Terbesar Se-Asia Tenggara

Indonesia saat ini menempati peringkat ketiga sebagai negara dengan tingkat kelaparan tertinggi di Asia Tenggara, menurut laporan terbaru dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Berdasarkan Indeks Kelaparan Global (GHI), Indonesia meraih skor 16,9, yang menunjukkan “tingkat kelaparan sedang”.

Peringkat Indonesia di GHI 2024

Menurut data dari situs web GHI pada Jumat (18/10/2024), Indonesia berada di peringkat 77 dari 127 negara secara global. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia berada di bawah Laos (19,8) dan Timor Leste (27), yang menempati peringkat pertama dan kedua. GHI menggunakan empat faktor utama dalam perhitungan skornya:

  1. Prevalensi Kekurangan Energi Kalori: Persentase populasi yang tidak mendapatkan cukup kalori untuk kebutuhan dasar mereka.
  2. Stunting pada Anak: Proporsi anak di bawah lima tahun yang mengalami hambatan pertumbuhan akibat kekurangan gizi.
  3. Wasting pada Anak: Kondisi anak di bawah lima tahun dengan berat badan yang tidak seimbang dengan tinggi badannya, yang mencerminkan malnutrisi akut.
  4. Kematian Anak: Angka kematian anak di bawah lima tahun sebagai indikator kondisi kesehatan dan akses layanan kesehatan.

Meskipun masih berada dalam kategori sedang, skor GHI Indonesia telah menunjukkan tren positif selama dua dekade terakhir. Pada tahun 2000, skor Indonesia mencapai 25,7, kemudian meningkat menjadi 28,2 pada 2008 sebelum turun menjadi 18,3 pada 2016. Peningkatan ini mencerminkan perbaikan yang signifikan dalam upaya mengatasi kelaparan, meski masih terdapat tantangan besar.

Tantangan Ketahanan Pangan di Tengah Ketidakpastian Global

Tantangan ketahanan pangan di Indonesia tidak hanya berasal dari faktor internal, tetapi juga dari kondisi global yang semakin kompleks. Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Restuardy Daud, menyoroti bahwa gejolak dan ketidakpastian global—seperti dampak konflik di Rusia-Ukraina dan Timur Tengah—telah mengganggu rantai pasok pangan dunia. Dampaknya turut dirasakan oleh Indonesia, yang masih bergantung pada impor pangan untuk beberapa komoditas.

Daud juga menyampaikan bahwa antara 7 hingga 16 persen penduduk Indonesia masih tergolong rentan terhadap masalah kelaparan, meskipun ada penurunan secara bertahap. Tantangan lainnya adalah penurunan produktivitas pertanian, khususnya pada produksi padi. Beberapa negara eksportir beras utama seperti India, Kamboja, dan Thailand bahkan telah menutup keran ekspor mereka, sehingga mempersempit opsi impor bagi Indonesia.

Presiden Joko Widodo juga mengingatkan tentang krisis iklim yang diprediksi akan memperburuk ketersediaan pangan global dalam beberapa tahun mendatang. Gelombang panas ekstrem, seperti yang dialami India dengan suhu mencapai 50 derajat Celcius, diperkirakan akan semakin sering terjadi. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) bahkan telah memperingatkan bahwa kondisi ini dapat memicu kelaparan global yang lebih parah.

Langkah Strategis untuk Menghadapi Krisis Pangan

Menanggapi situasi yang semakin kritis ini, pakar ekonomi Ferry Latuhihin menekankan pentingnya memperkuat ketahanan pangan domestik. Menurutnya, ketidakstabilan suplai pangan bisa mengganggu harga dan memicu inflasi. Ia berharap agar lembaga seperti Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) segera mengambil tindakan untuk memastikan ketersediaan stok pangan yang cukup, terutama dalam menghadapi potensi gangguan distribusi.

Masalah kekurangan stok pangan bukanlah hal baru bagi Indonesia. Setiap tahun, isu ini selalu muncul, terutama akibat keterbatasan suplai yang berdampak pada kenaikan harga bahan pokok. Ferry menyatakan pentingnya manajemen risiko yang lebih baik agar gangguan distribusi pangan tidak mengakibatkan kepanikan di pasar.

Menurut Ferry, kestabilan harga pangan sangat krusial dalam menjaga inflasi tetap rendah, terutama karena inflasi di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh harga bahan makanan. Kenaikan inflasi tentu akan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya untuk mengamankan dan memperkuat komoditas pangan, khususnya melalui Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Sebelas komoditas yang menjadi prioritas dalam CPP antara lain beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging unggas, telur, daging ruminansia, gula, minyak goreng, dan ikan. Langkah ini diharapkan dapat menjaga kestabilan pangan di Indonesia dan mencegah terjadinya krisis pangan yang lebih besar di masa depan.

More From Author

Ilustrasi mangkok kosong yang menggambarkan kondisi kelaparan.

Alumni Universitas Indonesia Desak Penyelidikan atas Gelar Doktor Bahlil Lahadalia

Ilustrasi mangkok kosong yang menggambarkan kondisi kelaparan.

Harapan Nadiem untuk Menteri Pendidikan Era Prabowo Subianto: Lanjutkan Program Merdeka Belajar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *