PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), atau dikenal sebagai Bukalapak, baru-baru ini mengungkapkan rencana strategis untuk menghentikan sejumlah lini usaha dan anak perusahaannya.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya perusahaan untuk memperbaiki kondisi keuangannya yang belum seimbang antara pendapatan dan biaya operasional di beberapa sektor bisnis.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Perusahaan Bukalapak, Cut Fika Lutfi, dalam keterangan resmi di Jakarta, pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Menurut Cut Fika, keputusan ini diambil agar Bukalapak bisa lebih konsisten dalam mencapai profitabilitas dan pertumbuhan yang berkelanjutan sesuai dengan visi jangka panjang perusahaan.
Langkah pengurangan lini usaha ini akan dilakukan secara bertahap, dengan target penyelesaian pada kuartal II tahun 2025.
Rencana ini telah dibahas dan disetujui dalam rapat gabungan antara direksi dan dewan komisaris Bukalapak pada 30 Agustus 2024.
Selain itu, implementasi strategi ini diharapkan memberikan dampak langsung terhadap jumlah karyawan di Bukalapak.
Fika menjelaskan bahwa perusahaan berkomitmen untuk memberikan kompensasi yang sesuai dengan regulasi yang berlaku bagi karyawan yang terdampak.
Namun, hal ini juga berarti adanya kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi sejumlah karyawan di ekosistem Bukalapak.
Ke depannya, Bukalapak akan memusatkan fokus pada segmen-segmen usaha inti yang dinilai lebih menguntungkan dan efisien.
Beberapa segmen tersebut meliputi Mitra Bukalapak, Gaming, Investment, serta layanan ritel lainnya. Menurut CEO Bukalapak, Willix Halim, fokus perusahaan akan dipertajam untuk mengoptimalkan bisnis inti yang memiliki potensi tinggi dan relevan dengan kondisi industri saat ini.
Melihat performa keuangan Bukalapak pada kuartal III tahun 2024, perusahaan mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp597,34 miliar, atau turun sebesar 23,04% dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai Rp776,22 miliar.
Di sisi lain, pendapatan bersih perusahaan meningkat 1,82% menjadi Rp3,39 triliun, dengan kontribusi utama berasal dari marketplace yang menyumbang Rp1,73 triliun dan dari layanan online-to-offline (O2O) sebesar Rp1,66 triliun.
Namun, Bukalapak juga menghadapi peningkatan beban pokok pendapatan. Beban ini terutama berasal dari O2O yang naik 12,27% menjadi Rp1,53 triliun, serta dari marketplace yang mengalami kenaikan dari Rp988,42 miliar menjadi Rp1,26 triliun.
Selain fokus pada lini usaha inti, Bukalapak juga berhasil mengurangi biaya penjualan dan pemasaran secara signifikan.
Pada kuartal III/2024, biaya ini berhasil ditekan hingga 41,94%, dari sebelumnya Rp434,79 miliar menjadi Rp252,43 miliar.
Penghematan ini dilakukan melalui pengurangan anggaran pada saluran pembayaran, O2O, iklan daring, subsidi fitur, dan voucher. Meskipun demikian, biaya untuk iklan luar jaringan (offline) dan pos lain mengalami kenaikan.