Bank Indonesia (BI) baru-baru ini merilis survei konsumen Oktober 2024 yang menunjukkan penurunan signifikan pada Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), dengan dampak paling mencolok dirasakan oleh masyarakat kelas menengah.
Dalam survei ini, BI mengungkapkan bahwa IKK pada Oktober 2024 tercatat di angka 121,1, mengalami penurunan sebesar 2,4 poin dari 123,5 di September 2024.
Angka ini merupakan level terendah dalam dua tahun terakhir, menandakan adanya kekhawatiran konsumen yang semakin mendalam terhadap kondisi ekonomi ke depan.
Analisis lebih lanjut berdasarkan pengeluaran konsumen menunjukkan bahwa penurunan kepercayaan paling besar terjadi pada kelas menengah.
Masyarakat dengan pengeluaran bulanan antara Rp 3,1 juta hingga Rp 4 juta mengalami penurunan IKK paling signifikan, yaitu sebesar 5,7 poin.
Sementara itu, kelompok dengan pengeluaran Rp 4,1 juta hingga Rp 5 juta mencatat penurunan 1,9 poin, diikuti oleh kelompok dengan pengeluaran Rp 2,1 juta hingga Rp 3 juta yang turun sebesar 1,2 poin.
Penurunan keyakinan konsumen tidak hanya dirasakan oleh kelas menengah, tetapi juga kelompok masyarakat dengan pengeluaran di atas Rp 5 juta per bulan, meski hanya sebesar 0,7 poin.
Di sisi lain, satu-satunya kelompok yang menunjukkan peningkatan kepercayaan adalah masyarakat dengan pengeluaran antara Rp 1 juta hingga Rp 2 juta, dengan kenaikan IKK sebesar 1,6 poin.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), M. Faisal, penurunan daya beli kelas menengah ini sejalan dengan tren melemahnya konsumsi rumah tangga.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pun mengonfirmasi penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia, menandakan tantangan besar bagi pemerintah untuk mencegah penurunan daya beli lebih lanjut.
“Kami melihat distribusi pelemahannya ini di kelas yang menengah,” ujar Faisal.
Dia juga mencatat bahwa meskipun kelas atas mengalami sedikit penurunan keyakinan, dampaknya tidak sebesar yang dialami kelas menengah dengan pengeluaran antara Rp 2 juta hingga Rp 4 juta pada kuartal ketiga tahun ini.
Faisal menjelaskan bahwa tekanan ekonomi yang dialami kelas menengah utamanya disebabkan oleh kenaikan harga kebutuhan pokok yang terus membebani.
Dalam situasi ini, kebijakan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengendalikan kenaikan harga dan menjaga daya beli agar kelas menengah tidak semakin terpuruk.
“Kondisi kelas menengah masih dalam tekanan yang besar, apalagi kalau kebijakan ke depannya tidak berusaha untuk membalikkan keadaan tapi justru memperparah,” tambah Faisal.
Sejalan dengan pendapat tersebut, ekonom senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyoroti ketidakpastian pendapatan masyarakat yang menjadi penyebab utama penurunan keyakinan konsumen.
Dengan maraknya kabar mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) dan biaya hidup yang terus meningkat, rasa khawatir terhadap masa depan finansial semakin tinggi.
“Keyakinan konsumen dipengaruhi oleh kepastian pendapatan mereka di masa mendatang. Maraknya PHK dan kenaikan biaya hidup, membuat rakyat merasa insecure,” jelas Wijayanto.