Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyatakan bahwa guru harus menjalankan peran yang lebih luas dari sekadar mengajar. Menurutnya, guru diharapkan dapat menjadi konselor bagi murid-muridnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen yang mengatur bahwa tugas guru tidak hanya memberikan materi pelajaran, tetapi juga membimbing dan mendampingi murid dalam mengatasi berbagai permasalahan yang mereka hadapi.
Guru sebagai Konselor Sesuai UU Guru dan Dosen
Abdul Mu’ti menegaskan pentingnya peran guru sebagai konselor dalam dunia pendidikan Indonesia. “Pada dasarnya guru sebagai konselor itu melekat di dalam UU Guru dan Dosen. Guru tak sekadar mengajar tapi juga membimbing,” kata Abdul Mu’ti di Kulon Progo, Yogyakarta pada Rabu, 13 November 2024. Menurutnya, perubahan ini diperlukan agar guru tidak hanya berfokus pada pengajaran materi, tetapi juga memberikan perhatian terhadap perkembangan psikologis dan emosional siswa.
Peningkatan Peran Guru sebagai Pembimbing
Mendikdasmen menyatakan bahwa pihaknya akan memaksimalkan peran guru sebagai pembimbing. Salah satu langkah yang diambil adalah menyediakan pelatihan bimbingan konseling bagi para guru, agar mereka dapat lebih siap dalam menjalankan tugas tersebut. Dengan peningkatan kualitas pelatihan, diharapkan guru dapat memberikan dukungan yang lebih baik bagi perkembangan murid, baik dari sisi akademik maupun personal.
Keterampilan Konseling untuk Guru
Selain itu, Abdul Mu’ti juga menekankan pentingnya keterampilan konseling bagi para guru. Guru tidak hanya harus mengajar, tetapi juga dapat membantu mengatasi masalah psikologis yang dihadapi oleh siswa, seperti kesulitan belajar, masalah kekerasan, serta pengembangan bakat dan minat siswa.
“Ini karena kami melihat banyak masalah di lembaga pendidikan terkait dengan masalah psikologis para murid, persoalan kekerasan, persoalan kesulitan belajar, pengembangan bakat dan minat. Ini semuanya tugas konselor,” ujar Abdul Mu’ti. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan konseling akan sangat penting dalam mempersiapkan guru untuk menangani isu-isu yang seringkali tidak terlihat dalam kurikulum pembelajaran.
Pembiaran dan Kasus Guru yang Harus Dihindari
Abdul Mu’ti juga menyoroti bahwa murid yang mengalami masalah psikologis atau perilaku tidak boleh dibiarkan begitu saja. Ia mengingatkan pentingnya penanganan yang tepat agar masalah tersebut tidak berlarut-larut dan tidak berujung pada perselisihan antara guru dan murid. “Itu enggak boleh lagi begitu, sehingga nanti kami atur sedemikian rupa supaya ada bagian dari tugas pendidik itu nanti menjadi konselor,” terang dia. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya kasus-kasus yang melibatkan guru dalam masalah hukum atau perselisihan yang tidak terselesaikan.
Penguatan Peran Guru BK (Bimbingan dan Konseling)
Abdul Mu’ti juga menyampaikan bahwa peran guru BK harus diperkuat. Selama ini, banyak orang menganggap guru BK hanya sebagai pengajar yang memberi hukuman kepada murid bermasalah. Namun, menurutnya, peran guru BK jauh lebih penting, yaitu sebagai pembimbing yang membantu siswa mengatasi masalah pribadi dan sosial mereka. Dengan penguatan peran ini, diharapkan guru BK dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam menciptakan lingkungan sekolah yang lebih sehat dan mendukung.
Pengurangan Beban Mengajar Guru BK
Sebagai bagian dari upaya ini, Abdul Mu’ti juga mengungkapkan bahwa pihaknya sedang mengkaji kemungkinan pengurangan beban mengajar untuk guru BK. Meskipun jumlah jam pelajaran tetap 24 jam, diharapkan guru BK bisa lebih fokus pada tugas konseling, pengabdian kepada masyarakat, dan pengembangan kompetensi profesinya. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa guru BK dapat lebih maksimal dalam menjalankan tugas mereka sebagai konselor.
Dengan adanya perubahan-perubahan ini, diharapkan peran guru tidak hanya terbatas pada pengajaran akademik, tetapi juga mencakup bimbingan sosial dan psikologis bagi siswa, demi terciptanya pendidikan yang lebih menyeluruh dan mendukung perkembangan seluruh aspek diri siswa.