Jenderal Subiyanto: Membangun Cyber Force TNI untuk Menghadapi Ancaman Hacker

Apakah pembentukan Cyber Force merupakan solusi tepat untuk mengatasi ancaman siber yang semakin canggih? Setelah peretasan data di Badan Intelijen Strategis TNI pada Juni 2024, Jenderal Agus Subiyanto, Panglima TNI, berencana memperkuat struktur TNI dengan menambah kekuatan siber. Langkah ini diharapkan dapat mengatasi berbagai ancaman siber yang mengancam keamanan nasional.

Jenderal Subiyanto tidak membuang waktu setelah insiden peretasan tersebut. Pada 16 Agustus 2024, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengusulkan pembentukan Cyber Force sebagai angkatan keempat, menyusul TNI AD, AL, dan AU. Usulan ini muncul sebagai respons terhadap kebutuhan mendesak akan keamanan siber yang lebih kuat di Indonesia.

Pentingnya cybersecurity di Indonesia tidak bisa dianggap remeh. Laporan SAFEnet menunjukkan frekuensi serangan siber yang dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Indonesia juga tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam penilaian National Cyber Security Index. Ini menunjukkan betapa krusialnya langkah-langkah keamanan siber yang lebih terstruktur.

Namun, pembentukan Cyber Force memerlukan pertimbangan mendalam. Penggunaan anggaran harus dipastikan tidak menghambat modernisasi sistem senjata utama TNI. Selain itu, perlu dipastikan bahwa Cyber Force tidak menjadi kekuatan yang kosong, dengan memadai personel yang terlatih dan berkualitas. Ini juga berarti bahwa TNI harus melakukan konsultasi mendalam dengan para ahli dan menghindari tumpang tindih kewenangan dengan lembaga siber yang ada, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Siber dan Sandi Negara.

Untuk memastikan keberhasilan Cyber Force, perlu dilakukan pembaruan pada UU TNI, UU Pertahanan Nasional, serta peraturan terkait lainnya. RUU keamanan siber dan ketahanan siber juga perlu ditambahkan berdasarkan perubahan undang-undang tersebut. Pembaruan ini akan membantu menghindari tumpang tindih kewenangan yang dapat menghambat efektivitas Cyber Force.

Perekrutan personel juga menjadi tantangan besar. Mencari dan mempertahankan personel siber yang berkualitas dengan tawaran yang kompetitif akan menjadi kunci kesuksesan Cyber Force. Kualitas personel perlu dinilai secara ketat agar Cyber Force benar-benar dapat memenuhi fungsinya dengan baik.

Selain itu, pemerintah harus menetapkan batasan yang jelas untuk kekuasaan Cyber Force agar tidak melanggar hak asasi manusia dan ruang sipil. Ada kekhawatiran bahwa kemampuan ofensif Cyber Force dapat membatasi kebebasan berekspresi. Ini adalah aspek penting yang harus diatur dengan hati-hati.

Indonesia bisa belajar dari Australia, yang baru saja membentuk cyber command. Kerjasama pertahanan yang baru ditandatangani antara Australia dan Indonesia bisa menjadi platform untuk mempelajari proses pembentukan Cyber Force dan menerapkan praktik terbaik yang sudah terbukti di negara lain.

Kesimpulannya, meskipun pembentukan Cyber Force adalah langkah ambisius dan mendesak, proses ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kegagalan. Dengan perencanaan yang matang dan konsultasi yang mendalam, Cyber Force bisa menjadi kekuatan yang efektif dalam menghadapi ancaman siber yang terus berkembang.

More From Author

Kenapa Deportasi Warga Asing di Bali Meningkat Pesat pada 2024?

Luhut: Bali Deportasi Ratusan Wisatawan Asing Nakal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *