GEMPA MEGATHRUST: POTENSI, DAMPAK DAN UPAYA MITIGASI DI INDONESIA

Palangka Raya (Khabar.co.id) – Kabar mengenai gempa megathrust kembali menjadi topik hangat di berbagai media setelah beberapa waktu lalu Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis peringatan tentang potensi dan dampaknya di berbagai wilayah di Indonesia. Kabar ini menimbulkan kekhawatiran karena diprediksi dampak yang ditimbulkan sangat luar biasa signifikan.

Kekhawatiran diawali dari gempa yang terjadi di Jepang pada 8 Agustus lalu. Gempa berkekuatan 7,1 itu bersumber dari Megathrust Nankai di lepas pantai timur Kyushu, Shikoku, dan Kepulauan Kinki Jepang selatan. Gempa ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan tergelincirnya beberapa segmen megathrust di Palung Nankai secara bersamaan sehingga memicu gempa dahsyat berkekuatan 9,1.

Menurut Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, meski gempa tersebut tidak akan berdampak langsung terhadap Indonesia, tetapi sedikitnya ada 2 megathrust yang serupa dengan Megathrust Nankai, yakni Megathrust Selat Sunda (M 8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M 8,9). Kedua segmen megathrust itu kini dalam status ‘tinggal menunggu waktu’ untuk melepas energinya karena sudah ratusan tahun lamanya belum terjadi gempa besar di kedua zona tersebut. Berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, kedua segmen megathrust tersebut terakhir kali mengalami gempa lebih dari dua abad lalu.

Apabila gempa megathrust terjadi di Indonesia, maka akan memicu tsunami. “Karena setiap gempa besar dan dangkal di zona megathrust akan memicu terjadinya patahan dengan mekanisme naik (thrust fault) yang dapat mengganggu kolom air laut (tsunami),” lanjut Daryono.

Bersumber dari Eos.org, penelitian telah menunjukkan bahwa zona ini menyimpan energi yang cukup untuk memicu gempa bumi dengan magnitudo besar dan potensi tsunami yang dapat menghancurkan kawasan pesisir di sekitarnya.

Apa Itu Gempa Megathrust?

Gempa megathrust adalah salah satu jenis gempa bumi paling kuat dan merusak di dunia. Gempa ini terjadi di zona subduksi, yaitu kawasan di mana satu lempeng tektonik bergerak di bawah lempeng lain. Zona ini menciptakan tekanan yang luar biasa besar selama ratusan hingga ribuan tahun, dan ketika tekanan tersebut akhirnya dilepaskan, terjadilah gempa megathrust.

Gempa megathrust biasanya terjadi pada kedalaman yang relatif dangkal di bawah dasar laut, dengan kedalaman kurang dari 50 kilometer. Gempa ini memicu patahan dengan mekanisme patahan geser (thrust fault), di mana salah satu lempeng bergerak ke atas relatif terhadap lempeng lainnya. Ketika pergeseran ini terjadi, dapat mengganggu kolom air laut di atasnya, yang sering kali mengakibatkan tsunami besar.

Menurut sumber dari nature.com, gempa megathrust di zona subduksi dapat menghasilkan gempa dengan magnitudo lebih dari 9,0. Gempa ini bisa memicu tsunami yang dapat melintasi samudra dan menyebabkan kerusakan hebat di pantai-pantai yang jauh dari pusat gempa.

Upaya Mitigasi di Indonesia

Dengan adanya peringatan ini, Daryono menekankan bahwa masyarakat Indonesia tidak perlu terlalu khawatir. BMKG telah mempersiapkan sistem monitoring, pemrosesan, dan penyebaran informasi gempa serta peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat sebagai langkah antisipasi dan mitigasi.

Menurut Daryono, sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) milik BMKG mampu dengan cepat menyebarluaskan informasi mengenai gempa dan peringatan dini tsunami ke seluruh wilayah Indonesia. Sistem ini juga memungkinkan BMKG untuk memantau secara real-time aktivitas gempa dan tsunami di zona Megathrust Nankai Jepang dan sekitarnya. Selain itu, BMKG juga telah melakukan berbagai upaya mitigasi lainnya, termasuk edukasi, pelatihan mitigasi, simulasi, dan evakuasi berbasis pemodelan tsunami.

Upaya-upaya ini juga telah disampaikan kepada pemerintah daerah, instansi terkait, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, serta industri dan infrastruktur kritis seperti pelabuhan dan bandara pantai. Program-program seperti Sekolah Lapang Gempa bumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS), serta pembentukan Masyarakat Siaga Tsunami (Tsunami Ready Community) juga telah dilaksanakan.

Daryono berharap bahwa melalui berbagai upaya mitigasi bencana gempa dan tsunami ini, risiko dampak bencana dapat ditekan seminimal mungkin, bahkan hingga mencapai zero victim.

Sengketa Tanah: Ketika Warga Kecil Melawan BUMN

VIRAL PERINGATAN DARURAT GARUDA BIRU: APA ARTINYA?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *