Jakarta (Khabar.co.id) – Mulai tahun 2025, pemerintah Indonesia berencana untuk memberlakukan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebagai langkah untuk mengurangi konsumsi gula berlebihan di masyarakat. Kebijakan ini didukung oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang menilai bahwa minuman manis, seperti soda dan teh kemasan, memiliki risiko lebih tinggi dalam menyebabkan diabetes tipe 2 dan obesitas dibandingkan dengan konsumsi nasi putih.
Risiko Kesehatan Minuman Manis
Menurut YLKI, minuman berpemanis dalam kemasan mengandung gula tambahan dalam jumlah besar yang dapat langsung meningkatkan kadar gula darah tanpa memberikan manfaat gizi yang berarti. Konsumsi minuman seperti soda dan teh kemasan dinilai lebih berbahaya dibandingkan dengan nasi putih, yang meskipun juga berisiko meningkatkan diabetes, tidak mengandung gula tambahan dan masih bisa memberikan energi sebagai sumber karbohidrat jika dikonsumsi dalam porsi yang wajar.
YLKI menyarankan masyarakat untuk mulai mengurangi konsumsi minuman manis dan nasi putih, menggantinya dengan pilihan yang lebih sehat seperti air putih, teh tanpa gula, nasi merah, atau quinoa.
Dukungan YLKI Terhadap Cukai Minuman Manis
YLKI mendukung penuh penerapan cukai MBDK ini sebagai bagian dari pendekatan holistik untuk menyehatkan masyarakat Indonesia. Mereka menilai bahwa kebijakan cukai ini dapat efektif dalam mengubah perilaku konsumsi gula di masyarakat. Menurut YLKI, kebijakan cukai ini perlu disertai dengan dukungan kebijakan fiskal yang tegas, seperti yang diusulkan oleh Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) mengenai pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL).
Rencana Pemerintah Menerapkan Cukai MBDK
Pemerintah telah mengumumkan rencana untuk menerapkan cukai MBDK pada tahun 2025 sebagai salah satu upaya untuk mengendalikan konsumsi gula berlebihan. Kebijakan ini tidak hanya bertujuan untuk menurunkan konsumsi gula, tetapi juga untuk mendorong produsen melakukan reformulasi produk MBDK agar lebih rendah gula. Penerapan cukai ini diperkirakan akan dilakukan secara konservatif, baik dari segi tarif maupun jumlah barang yang dikenakan. Rencana ini masih dalam tahap pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan akan disesuaikan dengan tujuan kesehatan masyarakat.
Namun, pemerintah menyadari adanya kekhawatiran bahwa penerapan cukai MBDK bisa mempengaruhi inflasi dan daya beli masyarakat. Meski demikian, mereka menilai bahwa risiko ini kecil jika dibandingkan dengan manfaat kesehatan jangka panjang yang bisa didapatkan.
Pandangan Kementerian PPPA tentang Cukai MBDK
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) memberikan pandangan bahwa cukai MBDK, meskipun dapat menurunkan konsumsi, belum tentu efektif dalam melindungi anak-anak dari bahaya minuman berpemanis jika tidak diikuti dengan edukasi yang memadai. Mereka menekankan pentingnya edukasi, sosialisasi, dan advokasi yang lebih masif mengenai bahaya minuman berpemanis dalam kemasan.
Tanpa edukasi yang memadai, kenaikan harga MBDK akibat cukai mungkin tidak akan cukup efektif untuk mengubah kebiasaan konsumsi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa program edukasi dan sosialisasi mengenai bahaya konsumsi gula berlebih harus berjalan seiring dengan penerapan kebijakan cukai ini.
Pentingnya Edukasi dan Perubahan Pola Konsumsi
YLKI dan Kementerian PPPA sependapat bahwa pengetahuan masyarakat mengenai bahaya makanan dan minuman tinggi gula harus ditingkatkan. Banyak kasus diabetes pada anak-anak saat ini disebabkan oleh pola konsumsi yang salah, bukan hanya karena kelainan bawaan lahir. Edukasi dinilai sangat penting untuk mengubah persepsi bahwa makanan yang enak belum tentu bergizi dan untuk meningkatkan kesadaran bahwa konsumsi gula berlebih sangat berbahaya bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak.
Masyarakat perlu didorong untuk lebih memilih makanan dan minuman yang lebih sehat dan rendah gula. Pemerintah dan berbagai pihak terkait diharapkan dapat terus bekerja sama untuk menciptakan program-program edukasi yang efektif dan berdampak luas.
Kebijakan penerapan cukai pada minuman manis ini adalah langkah positif untuk menyehatkan masyarakat Indonesia. Namun, kebijakan ini harus didukung oleh upaya edukasi yang masif dan konsisten. Cukai saja tidak akan cukup efektif tanpa pemahaman yang benar dari masyarakat mengenai bahaya gula berlebih dan pentingnya pola makan yang sehat.
Selain itu, pemerintah perlu memastikan bahwa cukai ini tidak menjadi beban tambahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Langkah ini perlu dijalankan secara hati-hati agar tujuan kesehatan masyarakat tercapai tanpa mengorbankan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Dalam jangka panjang, penerapan kebijakan ini diharapkan dapat mendorong perubahan pola konsumsi ke arah yang lebih sehat dan mendorong produsen untuk menghasilkan produk yang lebih sehat pula. Dengan dukungan edukasi yang tepat dan kebijakan yang bijaksana, Indonesia dapat bergerak menuju masyarakat yang lebih sehat dan bebas dari penyakit-penyakit yang disebabkan oleh konsumsi gula berlebih.