(Khabar) – Rorena Polda Kalimantan Tengah (Polda Kalteng) menggelar sebuah kegiatan penting yang diharapkan mampu menjadi solusi dalam menyelesaikan konflik sosial yang kerap terjadi di wilayah Kalimantan. Karorena Kombes Pol Andreas Wayan Wisaksono, S.I.K, yang menggagas kegiatan Focus Group Discussion (FGD) ini mengambil tema “Transformasi Peran Polri Dalam Penyelesaian Konflik Sosial Melalui Pendekatan Kearifan Lokal Huma Betang.” Di selenggarakan di Aula Jayang Tingang.
Mengapa FGD Ini Penting?
Dalam berbagai kesempatan, Polri sering kali dihadapkan pada peran sebagai penengah dalam konflik sosial. Dengan pendekatan formal dan legal yang sering diterapkan, tidak jarang masyarakat merasa sulit terhubung secara emosional dan kultural dengan langkah yang diambil.
FGD ini mencoba menggali lebih dalam bagaimana nilai-nilai lokal seperti Huma Betang bisa dijadikan pedoman dalam menyelesaikan konflik sosial. Huma Betang sendiri merupakan konsep kearifan lokal yang mengedepankan kesetaraan, kebersamaan, persaudaraan, dan kepatuhan terhadap hukum.
“Pendekatan ini sangat penting untuk membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya persatuan dalam keberagaman,” ujar Karorena Andreas. Harapannya, Polri tidak hanya menjadi penegak hukum, tetapi juga sebagai penengah yang memahami akar kultural masyarakat.
Tujuan dan Harapan dari Kegiatan
FGD yang akan diadakan pada Kamis, 12 September 2024 ini bertujuan memperkuat peran Polri dalam menyelesaikan konflik sosial dengan mengedepankan pendekatan nilai-nilai lokal. Konflik sosial di berbagai daerah, khususnya di Kalimantan, seringkali dipicu oleh perbedaan latar belakang budaya, agama, hingga ekonomi. Di sinilah nilai Huma Betang diharapkan menjadi jembatan yang bisa menyatukan berbagai perbedaan tersebut.
Dengan menghadirkan 67 organisasi masyarakat (ormas) dan paguyuban dari seluruh Kalimantan Tengah, FGD ini berusaha melibatkan sebanyak mungkin unsur masyarakat.
Tidak hanya para penegak hukum, tapi juga komunitas-komunitas lokal yang paham akan dinamika sosial yang ada.
Poin-poin Penting dan Dampak yang Diharapkan
Polda Kalteng melalui kegiatan ini berupaya menjadikan nilai-nilai lokal sebagai kekuatan dalam menjaga kedamaian dan ketertiban masyarakat
Pendekatan kearifan lokal semacam ini terbukti lebih efektif dalam menyelesaikan permasalahan yang melibatkan masyarakat luas, karena lebih dekat dengan cara pandang dan keyakinan masyarakat itu sendiri.
“Polri harus lebih peka terhadap konteks lokal dan menggunakan pendekatan yang lebih soft namun tetap tegas,” tambah Karorena Andreas. Melalui kesetaraan, persaudaraan, dan kebersamaan, konflik sosial diharapkan bisa diredam dengan lebih efektif dan berkelanjutan.
Polri Menjadi Penengah yang Lebih Efektif?
Yang menarik dari kegiatan ini adalah keberanian Polri untuk menjadikan nilai kearifan lokal sebagai pendekatan utama.
Polri akan ditantang untuk tidak hanya menguasai pendekatan hukum, tetapi juga memahami nuansa sosial dan budaya yang ada di masyarakat.
Huma Betang menjadi simbol kesetaraan dan persaudaraan, namun bagaimana nilai-nilai ini bisa diterjemahkan ke dalam tindakan nyata Polri?
Jika Polri mampu konsisten dalam mengedepankan pendekatan kultural ini, bukan tidak mungkin peran mereka sebagai penengah konflik bisa lebih diterima oleh masyarakat luas.
Pada akhirnya, kegiatan FGD ini bukan sekadar diskusi. Lebih dari itu, ini adalah upaya untuk membentuk masa depan Polri yang lebih dekat dengan masyarakat, lebih memahami kebutuhan lokal, dan lebih siap dalam menghadapi konflik sosial secara damai.