Foto: PON XXI

Menteri Pemuda dan Olahraga Dorong Pengurangan Cabang Olahraga PON, Bijakkah?

Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo, mendukung pengurangan jumlah cabang olahraga di Pekan Olahraga Nasional (PON) mendatang. Keputusan ini, menurutnya, bertujuan untuk memfokuskan PON pada cabang olahraga yang dipertandingkan di ajang internasional seperti Olimpiade, Asian Games, dan SEA Games. Tujuan ini tampaknya masuk akal, tetapi apakah ini akan berdampak positif bagi perkembangan olahraga di berbagai daerah?

Dito Ariotedjo berpendapat bahwa langkah ini juga didasarkan pada potensi dan kapasitas tiap daerah. “Kita ingin agar daerah-daerah fokus pada cabang olahraga yang memang berpeluang besar membawa prestasi di kancah internasional,” jelas Dito. Dengan adanya fokus ini, diharapkan atlet-atlet Indonesia lebih siap bersaing di ajang-ajang bergengsi. Namun, apakah pengurangan cabang olahraga tradisional atau lokal bisa mengurangi kesempatan daerah untuk menampilkan potensinya?

PON XXI yang diselenggarakan di Aceh dan Sumatera Utara menjadi bukti bahwa prestasi atlet-atlet Indonesia tetap memukau. Meskipun melibatkan 65 cabang olahraga, baik modern maupun tradisional, beberapa cabang seperti squash, e-sports, catur, dan barongsai tetap hadir meski tidak dipertandingkan di Olimpiade. Seharusnya, olahraga-olahraga ini mendapat perhatian yang sama, karena mereka juga memberikan warna dan kontribusi yang signifikan pada pencapaian olahraga di tingkat nasional.

Menyinggung kesuksesan PON XXI, Dito memberikan skor 8,5 dari 10 untuk pelaksanaan tahun ini. “Kalau penutupan berjalan sempurna, saya yakin nilainya bisa 10,” katanya dengan optimisme. Angka ini mencerminkan antusiasme dan kebanggaan terhadap pencapaian rekor nasional yang luar biasa. Sebagai contoh, tujuh rekor nasional dan 21 rekor PON terpecahkan di cabang atletik, dan prestasi gemilang juga terlihat di cabang renang, loncat indah, serta angkat besi.

Tapi bagaimana dengan masa depan olahraga tradisional di Indonesia? Apakah hanya cabang-cabang internasional yang perlu diperhatikan? Ini menjadi pertanyaan kritis, mengingat olahraga seperti pencak silat dan barongsai adalah bagian dari identitas budaya Indonesia. Mungkin perlu ada keseimbangan antara prestasi internasional dan pelestarian warisan budaya olahraga lokal.

Upacara penutupan PON XXI dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, di North Sumatra Sport Center. Acara ini diharapkan dapat menutup perhelatan dengan megah dan penuh kebanggaan atas prestasi yang diraih para atlet Indonesia. Penutupan yang baik bisa menjadi catatan positif bagi penyelenggaraan PON XXII pada 2028 di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Kita mendukung niat untuk meningkatkan fokus pada cabang olahraga internasional, namun, kita rasa perlu ada jalan tengah. Jangan sampai upaya meningkatkan prestasi di tingkat global justru mengorbankan cabang-cabang lokal yang memiliki nilai historis dan budaya. Pencak silat, misalnya, adalah salah satu warisan budaya yang sudah mendunia, namun tetap harus dipertahankan di ajang nasional. Keberagaman cabang olahraga juga memperkaya PON sebagai ajang olahraga terbesar di Indonesia. Jangan sampai kita lupa bahwa prestasi bukan hanya soal medali di ajang internasional, tapi juga soal menjaga identitas kita.

More From Author

Foto: PON XXI

Kapal Patroli Baru: Angkatan Laut Indonesia Siap Hadapi Tantangan Maritim!

Foto: PON XXI

IDI Turunkan 40 Tenaga Medis: Cukupkah untuk Ribuan Korban Gempa Bandung?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *