Presiden Prabowo Subianto tengah membuat gebrakan besar dengan rencana memberikan amnesti kepada sekitar 44.000 narapidana. Langkah ini diambil dengan berbagai pertimbangan, termasuk aspek kemanusiaan dan masalah overkapasitas penjara.
Alasan Pemberian Amnesti
Rencana pemberian amnesti ini didasarkan pada dua alasan utama:
- Aspek Kemanusiaan
Presiden Prabowo ingin menonjolkan pentingnya rekonsiliasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM). - Mengurangi Overkapasitas Penjara
Kondisi penjara yang penuh sesak menjadi perhatian utama. Amnesti dianggap sebagai solusi cepat untuk mengurangi tekanan tersebut.
Kategori Narapidana yang Dipertimbangkan
Tidak semua narapidana akan mendapat amnesti. Beberapa kategori yang menjadi pertimbangan, antara lain:
- Kasus Politik: Termasuk narapidana Papua non-bersenjata.
- UU ITE: Terutama kasus penghinaan terhadap kepala negara dan kebebasan berekspresi.
- Pengguna Narkotika: Fokus pada mereka yang seharusnya direhabilitasi.
- Gangguan Jiwa dan Penyakit Berat: Termasuk penderita HIV/AIDS.
- Anak-anak dan Lansia: Kelompok rentan yang memerlukan perhatian khusus.
Pandangan Menteri HAM Natalius Pigai
Menteri HAM, Natalius Pigai, mendukung langkah ini. Ia menyebut amnesti sebagai keputusan politik yang humanis dan selaras dengan HAM.
“Presiden memiliki perhatian pada aspek kemanusiaan dan semangat rekonsiliasi. Maka tentu saja ini menjadi keputusan politik yang humanis berlandaskan HAM,” ujarnya.
Pandangan ICJR
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) juga memberikan dukungan dengan beberapa catatan penting:
- Transparansi dan Akuntabilitas
Maidina Rahmawati dari ICJR menekankan bahwa proses pemberian amnesti harus terbuka dan bisa dikritisi oleh publik.”Kami menyerukan proses ini harus dilakukan berbasis kebijakan yang bisa diakses publik untuk dinilai dan dikritisi,” tegas Maidina. - Dekriminalisasi Pengguna Narkotika
ICJR lebih menekankan pada dekriminalisasi dibandingkan sekadar rehabilitasi wajib bagi pengguna narkotika. - Penghapusan Pasal Penghinaan Presiden
Mereka juga menyerukan agar pasal penghinaan Presiden dalam KUHP baru dihapus. - Peringatan Potensi Eksploitasi
Rencana menjadikan narapidana sebagai tenaga kerja swasembada pangan dinilai perlu pengawasan ketat agar tidak dieksploitasi.
Langkah Selanjutnya
Rencana ini masih dalam tahap pengkajian dan asesmen data. Pemerintah akan mengajukan usulan kepada DPR untuk mendapat persetujuan.
Langkah ini menandai komitmen Presiden Prabowo dalam membawa perubahan, baik untuk sistem hukum maupun penghormatan terhadap HAM di Indonesia.