Izin usaha PT Investree Radika Jaya (Investree) resmi dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Senin, 21 Oktober 2024. Langkah ini dilakukan setelah perusahaan mengalami berbagai permasalahan, baik terkait ekuitas minimum maupun dugaan penyelewengan keuangan. Bersamaan dengan pencabutan izin ini, CEO sekaligus pendiri Investree, Adrian Gunadi, dilaporkan melarikan diri ke Doha, Qatar.
Salah satu alasan utama pencabutan izin usaha Investree adalah ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi persyaratan ekuitas minimum yang telah ditetapkan OJK. Investree diketahui telah lama mengalami masalah dalam menjaga keseimbangan ekuitas, yang akhirnya mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Berdasarkan regulasi OJK, perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending seperti Investree diwajibkan memiliki ekuitas minimum sebesar Rp 7,5 miliar pada tahun 2024, dan Rp 12,5 miliar pada tahun berikutnya.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFLI), Entjik S. Djafar, pelanggaran yang dilakukan Investree bukan hanya sebatas tidak memenuhi ekuitas minimum. Ia menyebutkan adanya dugaan fraud atau penipuan yang melibatkan pihak internal perusahaan, yang semakin memperparah situasi keuangan Investree.
Dugaan Penipuan dan Dampak Terhadap Kinerja Perusahaan
Dugaan adanya fraud di tubuh Investree menjadi salah satu faktor yang mempercepat pencabutan izin usaha oleh OJK. Menurut pernyataan resmi OJK, adanya pelanggaran pidana di perusahaan membuat ekuitas Investree terus mengalami penurunan hingga berada di level negatif. Hal ini menyebabkan perusahaan tidak lagi mampu memenuhi kewajiban finansialnya, baik kepada pemberi pinjaman maupun pihak lain yang terkait.
Dalam siaran pers, OJK menyatakan bahwa pencabutan izin ini merupakan langkah untuk menjaga stabilitas industri keuangan di Indonesia. OJK juga menegaskan pentingnya tata kelola yang baik dan manajemen risiko yang memadai untuk melindungi masyarakat dari risiko kerugian akibat gagal bayar atau wanprestasi.
Kondisi Terkini Investree: Hutang dan Pinjaman yang Bermasalah
Sejak berdirinya, Investree telah menyalurkan pinjaman senilai Rp 14,53 triliun, dengan Rp 13,36 triliun di antaranya telah dilunasi. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 16,44% dari total pinjaman Investree masuk dalam kategori macet atau wanprestasi dalam kurun waktu 90 hari (TWP90). Nilai pinjaman yang belum terselesaikan tercatat sebesar Rp 402,13 miliar, yang menambah beban finansial perusahaan.
Selain itu, pelanggaran terhadap ekuitas minimum dan dugaan fraud semakin memperburuk kondisi keuangan Investree. Hal ini juga berdampak pada kepercayaan investor dan pengguna layanan P2P lending di Indonesia.
Pencabutan izin usaha Investree tertuang dalam Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024. Keputusan ini merupakan bagian dari langkah OJK untuk menjaga industri keuangan tetap sehat, serta memastikan integritas penyelenggara layanan finansial di Indonesia. Sebelum pencabutan izin, OJK telah memberikan kesempatan kepada manajemen dan pemegang saham Investree untuk memperbaiki kinerja perusahaan, termasuk mendapatkan investor strategis yang kredibel.
Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil. OJK akhirnya memutuskan untuk mencabut izin setelah berbagai sanksi administratif, mulai dari peringatan hingga pembatasan kegiatan usaha, tidak mampu memperbaiki kondisi keuangan Investree.
Tidak hanya mencabut izin usaha Investree, OJK juga mengambil langkah tegas terhadap pendiri dan CEO perusahaan, Adrian Gunadi. Adrian dinyatakan dilarang menjadi pemegang saham di lembaga jasa keuangan di masa mendatang. Selain itu, OJK bekerja sama dengan penegak hukum untuk memblokir rekening Adrian, menelusuri aset-asetnya, dan berupaya memulangkannya ke Indonesia guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.