Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil menangkap Hendry Lie, bos Sriwijaya Air yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah periode 2015-2022.
Penangkapan ini menjadi puncak dari serangkaian upaya hukum yang dilakukan setelah Hendry berkali-kali mengabaikan panggilan pemeriksaan.
Direktur Penyidikan Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Abdul Qohar, mengungkapkan kronologi penangkapan Hendry yang selama ini menghindari proses hukum.
Menurut Qohar, Hendry telah menetap di Singapura sejak Maret 2024, dengan alasan menjalani perawatan medis di Mount Elizabeth.
Meski demikian, Kejagung terus memantau pergerakannya.
Kejagung mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan surat pencegahan terhadap Hendry Lie.
Selain itu, Kejagung juga meminta pencabutan paspor Hendry melalui Kedutaan Besar Indonesia di Singapura.
Langkah ini bertujuan untuk mempersempit ruang gerak tersangka dan mempermudah proses pemulangannya ke Indonesia.
Paspor Hendry diketahui akan habis masa berlakunya pada 27 November 2024.
Kondisi ini menjadi celah bagi tim intelijen untuk menahan Hendry saat ia tiba di Indonesia.
Pada 18 November 2024, Hendry akhirnya ditangkap di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta.
Meskipun berada di luar negeri selama delapan bulan, Hendry tidak dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO).
Qohar menjelaskan, hal ini karena lokasi keberadaan Hendry diketahui dengan jelas.
“Jadi yang bersangkutan karena alamatnya sudah jelas, sudah diketahui, tetapi dipanggil beberapa kali tidak hadir, maka penyidik tidak menetapkan DPO,” ujar Qohar.
Namun, meski tidak berstatus DPO, Hendry mencoba menghindari deteksi dengan pulang secara diam-diam.
Upaya ini akhirnya gagal berkat kerja sama intelijen yang dilakukan Kejagung dan Kejaksaan Singapura.
Setelah penangkapannya, Hendry langsung dibawa ke Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Ia akan ditahan selama 20 hari ke depan untuk mempermudah proses penyidikan lebih lanjut.
Hendry dijerat Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, ia juga disangkakan melanggar Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Hukuman yang menanti Hendry tidak hanya berupa pidana penjara, tetapi juga pengembalian kerugian negara.