Kejaksaan Agung telah menangkap mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), ZR, yang diduga kuat bertindak sebagai perantara atau “makelar” dalam kasus kasasi Ronald Tannur. Penangkapan ini menambah daftar panjang kasus korupsi di tubuh lembaga peradilan Indonesia dan menunjukkan komitmen Kejagung dalam memberantas korupsi di level tertinggi pemerintahan.
ZR, yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan MA, ditangkap di Bali pada Kamis malam, 24 Oktober 2024, sekitar pukul 22.00 WITA.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Kohar, mengungkapkan bahwa ZR diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa pemufakatan jahat untuk melakukan suap. ZR dituduh bersekongkol dengan pengacara LR untuk mempengaruhi putusan hakim agung terkait kasus kasasi Ronald Tannur.
Menurut Abdul Kohar, LR meminta bantuan ZR untuk memastikan agar hakim agung tetap menyatakan Ronald Tannur tidak bersalah dalam putusan kasasi. LR bahkan menjanjikan sejumlah uang sebesar Rp 5 miliar kepada para hakim agung yang menangani perkara tersebut, dengan ZR juga dijanjikan “fee” sebesar Rp 1 miliar sebagai imbalannya.
LR juga mencatat bahwa uang tersebut akan diberikan kepada tiga hakim agung berinisial S, A, dan S yang memproses kasasi Ronald Tannur. Namun, karena jumlah uang rupiah yang dianggap sangat besar, ZR menyarankan untuk menukar dana tersebut dengan mata uang asing di salah satu money changer di Blok M, Jakarta Selatan, guna memudahkan transaksi.
Ronald Tannur, anak seorang anggota DPR, sebelumnya telah divonis lima tahun penjara pada tingkat kasasi setelah terbukti bersalah menganiaya kekasihnya hingga tewas. Putusan MA tersebut sekaligus membatalkan putusan bebas dari Pengadilan Negeri Surabaya yang sempat menguntungkan Ronald. Kasus ini menyita perhatian publik karena melibatkan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh individu dari keluarga berpengaruh.
Tidak hanya menangkap ZR, penyidik Kejagung juga melakukan penggeledahan di dua lokasi, yaitu di rumah ZR di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, serta di Hotel Le Meridien, Bali, tempat ZR menginap sebelum ditangkap. Dari penggeledahan ini, tim penyidik menemukan barang bukti berupa uang tunai dalam berbagai mata uang asing dengan nilai setara Rp 920 miliar.
Barang bukti yang disita meliputi 74.494.427 dolar Singapura, 1.897.362 dolar Amerika Serikat, 71.200 Euro, 483.320 dolar Hong Kong, serta uang tunai sebesar Rp 5.725.075.000 dalam bentuk rupiah. Selain itu, penyidik juga menemukan emas batangan seberat 51 kilogram dari merek Antam. Aset-aset ini menjadi bukti kuat adanya praktik korupsi besar di kalangan pejabat tinggi MA.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan, Kejaksaan Agung menetapkan ZR sebagai tersangka dalam kasus korupsi ini. ZR akan menjalani masa penahanan selama 20 hari ke depan untuk proses penyidikan lebih lanjut. ZR didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) juncto Pasal 15, juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 12B juncto Pasal 18 dalam undang-undang yang sama.
Di sisi lain, LR yang merupakan pengacara Ronald Tannur juga telah ditahan atas dugaan suap terhadap tiga hakim di Pengadilan Negeri Surabaya yang sebelumnya mengeluarkan putusan bebas untuk Ronald. LR dikenai pasal yang sama dengan ZR sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Penangkapan ZR dan LR menegaskan komitmen Kejaksaan Agung dalam memberantas tindak pidana korupsi di tubuh lembaga peradilan. Penanganan kasus ini diharapkan dapat menjadi peringatan bagi pejabat tinggi lainnya agar menjalankan tugas secara bersih dan jujur, serta tidak terlibat dalam tindakan suap atau korupsi yang merusak integritas hukum di Indonesia.