Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali menyoroti maraknya fenomena politik dinasti dalam ajang Pilkada serentak 2024.
Berdasarkan data yang dirilis, sebanyak 26,8 persen peserta Pilkada terindikasi memiliki hubungan dengan dinasti politik.
Yassar Aulia, peneliti ICW, menyebutkan bahwa dari total 582 individu yang mencalonkan diri, 156 peserta terafiliasi dengan dinasti politik.
Dari jumlah tersebut, 100 orang merupakan kandidat calon kepala daerah, sedangkan 56 lainnya adalah calon wakil kepala daerah.
Pola hubungan kekeluargaan menjadi benang merah yang menghubungkan mereka, baik melalui ikatan darah maupun pernikahan.
ICW mencatat beberapa pola hubungan yang mendominasi politik dinasti di Pilkada 2024:
- Hubungan Orang Tua-Anak: Sebanyak 70 kandidat ditemukan memiliki ikatan ini.
- Hubungan Suami-Istri: Terdapat 40 kandidat dengan pola hubungan ini.
- Hubungan Adik-Kakak: Sebanyak 34 kandidat termasuk dalam kategori ini.
- Hubungan Saudara Lainnya (keponakan, sepupu, atau ipar): 8 kandidat.
- Hubungan Mertua-Menantu: Hanya ditemukan pada 4 kandidat.
Hubungan-hubungan ini menunjukkan betapa kuatnya keterkaitan politik dengan struktur keluarga di Indonesia, khususnya dalam Pilkada.
Yassar Aulia menyoroti bahwa fenomena ini bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi.
Pilkada seharusnya menjadi ruang bagi individu yang kompeten dan berintegritas untuk maju sebagai pemimpin daerah.
Namun, keberadaan politik dinasti justru memunculkan berbagai masalah, antara lain:
- Potensi konflik kepentingan yang menghambat tata kelola pemerintahan yang adil.
- Penurunan semangat meritokrasi, di mana kemampuan dan prestasi seseorang seharusnya menjadi prioritas utama, bukan hubungan kekeluargaan.
- Menggerus kepercayaan publik terhadap proses demokrasi itu sendiri.