Kejaksaan Agung (Kejagung) terus melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi terkait kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada periode 2015-2016. Hingga saat ini, Kejagung telah memeriksa 30 saksi dan 3 ahli untuk memperkuat bukti dalam perkara ini. Penyidikan kasus ini juga semakin berkembang, dengan dua tersangka sudah ditetapkan, yakni Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan, dan CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.
Pemeriksaan Saksi yang Terus Berlangsung
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa pemeriksaan saksi terkait kasus ini masih terus berlangsung. Sejumlah saksi penting telah diperiksa untuk memperkuat bukti dalam kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan kementerian terkait. Pada tanggal 3 Desember 2024, tim jaksa penyidik memeriksa tujuh saksi dari berbagai instansi, antara lain:
- Kementerian Pertanian: YW (anggota Tim Kerja Pengembangan Kawasan Tanaman Tebu dan Pemanis Lain).
- Kemenko Bidang Perekonomian: MM (Deputi Koordinasi Bidang Pangan dan Agribisnis).
- PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI):
- SYL (Sekretaris Perusahaan PT PPI, 2016–2021).
- IRS (Senior Manager Pengembangan Komoditi PT PPI, 2016–2017).
- PT Sucofindo: ARA (Kabag Fasilitasi Perdagangan PT Sucofindo).
- Pihak Swasta:
- EC (Manajer Impor PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Andalan Furnindo).
- LM (Manajer Accounting PT Andalan Furnindo).
Tujuan Pemeriksaan dan Penetapan Tersangka
Pemeriksaan saksi-saksi ini bertujuan untuk memperkuat bukti dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan korupsi impor gula tersebut. Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan dua tersangka, yaitu:
- Tom Lembong, yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada tahun 2015–2016.
- CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).
Kronologi Kasus Impor Gula yang Merugikan Negara
Kasus ini bermula pada 2015, saat Tom Lembong memberikan izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP. Keputusan ini diambil meskipun pada rapat koordinasi antarkementerian pada 12 Mei 2015, Indonesia diputuskan sedang mengalami surplus gula dan tidak memerlukan impor. Persetujuan impor tersebut juga tidak melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait, dan tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian mengenai kebutuhan gula dalam negeri.
Kasus ini menjadi perhatian besar karena dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam proses impor gula yang berpotensi merugikan negara dan masyarakat. Kejagung terus bekerja keras untuk menyelidiki lebih lanjut dan memperkuat bukti-bukti yang ada, guna memastikan keadilan dalam perkara ini.