Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) baru saja merilis hasil survei mengenai kebijakan Ujian Nasional (UN) dan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sistem Zonasi pada Ahad, 24 November 2024.
Survei ini menunjukkan bahwa mayoritas guru mendukung penghapusan UN dan keberlanjutan PPDB Sistem Zonasi sebagai kebijakan pendidikan di Indonesia.
Survei dilakukan pada 17 hingga 22 November 2024 melalui Google Form, dengan melibatkan 912 guru dari 15 provinsi.
Responden terdiri dari berbagai jenjang pendidikan:
- 58,9% guru SMP/MTs
- 25% guru SMA/MA/SMK
- 10% guru SD/MI
- 6% guru SLB
Dari sisi gender, 56,4% responden adalah perempuan dan 43,6% laki-laki.
Hasil survei ini mencerminkan pandangan yang beragam dari komunitas pendidik di seluruh Indonesia.
Sebanyak 87,6% responden menyatakan dukungannya terhadap penghapusan UN.
Ada beberapa alasan utama yang mendasari pendapat ini:
- Kecurangan dalam Pelaksanaan UN: Banyak responden menilai UN sering kali menjadi ajang kecurangan sistematis dan masif.
- Tekanan pada Peserta Didik: UN dianggap menimbulkan beban psikologis yang berat bagi siswa.
- Ketimpangan Kualitas Pendidikan: Ketidakseimbangan kualitas pendidikan di berbagai daerah membuat UN tidak relevan sebagai ukuran kemampuan siswa secara nasional.
Sebaliknya, sebanyak 72,3% responden mendukung PPDB Sistem Zonasi untuk tetap dipertahankan.
Kebijakan ini dianggap memberikan keadilan akses pendidikan bagi semua lapisan masyarakat, termasuk anak-anak dari keluarga kurang mampu.
Selain itu, sistem ini dinilai dapat mendorong pemerintah untuk membangun sekolah-sekolah negeri baru di daerah yang kekurangan fasilitas pendidikan.
Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, menegaskan bahwa sistem PPDB sebelumnya cenderung menguntungkan kelompok masyarakat ekonomi tinggi.
“Sistem PPDB zonasi justru menghendaki kehadiran negara agar sekolah negeri dapat diakses oleh siapapun, baik pintar atau tidak, kayak atau tidak, dan seterusnya,” ujar Retno.
Sekjen FSGI, Heru Purnomo, menyatakan bahwa permasalahan utama dari kebijakan zonasi bukanlah kecurangan, melainkan kurangnya political will pemerintah daerah dalam memenuhi hak atas pendidikan.
“Karena mau diganti seperti apapun sistemnya, kalau pemerintah daerah tidak pernah membangun sekolah negeri baru di kelurahan atau kecamatan yang tidak memiliki sekolah negeri, maka permasalahan yang dihadapi akan tetap sama, yaitu hanya sekitar 30-40 persen peserta didik yang dapat bersekolah di sekolah negeri,” jelas Heru.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyebutkan bahwa kebijakan pendidikan, termasuk UN dan PPDB, akan dikaji ulang.
Namun, ia mengaku mendapat arahan dari Presiden Prabowo Subianto untuk tidak terburu-buru dalam membuat keputusan.
“Pesannya Pak Presiden kan memang ojo kesusu (jangan terburu-buru),” kata Mu’ti dalam pernyataannya di Jakarta Selatan, Senin, 11 November 2024.