BRICS, sebuah blok ekonomi yang menghubungkan negara-negara berkembang, kembali menjadi pusat perhatian dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus di Kazan, Rusia. Indonesia, yang turut hadir dalam pertemuan tersebut, mengungkapkan minatnya untuk bergabung dengan BRICS sebagai langkah memperkuat politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Latar Belakang BRICS dan Sejarah Pembentukannya
BRICS, akronim dari Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, merupakan forum kerja sama internasional antar negara berkembang. Awalnya, BRICS dibentuk dengan nama “BRIC,” yang pertama kali diperkenalkan oleh ekonom Goldman Sachs, Jim O’Neill, pada tahun 2001 melalui laporan “Building Better Global Economic BRICs.” O’Neill memperkirakan bahwa keempat negara tersebut memiliki potensi untuk mendominasi ekonomi global jika terus mempertahankan laju pertumbuhannya.
Pertemuan pertama para pemimpin BRIC terjadi secara informal pada KTT G8 Outreach di St. Petersburg, Rusia, pada Juli 2006. Disusul oleh pertemuan tingkat menteri di sela-sela Sidang Umum PBB pada September 2006 atas usulan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Konferensi Tingkat Tinggi BRIC resmi pertama dilaksanakan pada 16 Juni 2009 di Yekaterinburg, Rusia, yang menghasilkan deklarasi bersama mengenai upaya dialog dan kerja sama antara negara-negara anggota.
Perubahan BRIC Menjadi BRICS
Pada tahun 2010, Afrika Selatan resmi bergabung dalam BRIC, yang kemudian mengganti namanya menjadi BRICS. Sejak saat itu, BRICS aktif mengadakan KTT tahunan untuk membahas isu-isu strategis di tiga pilar utama, yaitu kerja sama politik dan keamanan, kerja sama ekonomi dan keuangan, serta budaya dan hubungan masyarakat.
Dalam KTT ke-3 yang diselenggarakan di Sanya, China, pada April 2011, Afrika Selatan hadir sebagai anggota penuh. Dengan bergabungnya Afrika Selatan, BRICS semakin memperkuat posisinya sebagai forum yang mewakili berbagai kawasan dunia.
BRICS Memperluas Keanggotaan
Sejak 1 Januari 2024, jumlah anggota resmi BRICS bertambah menjadi 10 negara. Kelima anggota baru yang bergabung adalah Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Perluasan ini mencerminkan upaya BRICS untuk meningkatkan peran dan pengaruhnya dalam sistem ekonomi global.
Selain anggota penuh, KTT BRICS ke-16 juga menetapkan 13 negara sebagai mitra BRICS. Negara-negara tersebut meliputi Aljazair, Belarus, Bolivia, Kuba, Indonesia, Kazakhstan, Malaysia, Nigeria, Thailand, Turki, Uganda, Uzbekistan, dan Vietnam. Meski bukan anggota penuh, status mitra memberikan peluang bagi negara-negara tersebut untuk terlibat dalam kerja sama dan dialog strategis BRICS.
Partisipasi Indonesia dalam BRICS dan Ambisi Keuangan Baru
Indonesia secara resmi menjadi salah satu negara mitra BRICS pada KTT ke-16 di Kazan. Menteri Luar Negeri Indonesia, Sugiono, menegaskan bahwa keterlibatan Indonesia dalam BRICS bukan berarti memilih kubu tertentu, tetapi mencerminkan sikap aktif Indonesia dalam menjalin kerja sama di berbagai forum internasional.
Dalam KTT tersebut, BRICS meluncurkan mata uang simbolis yang menampilkan bendera Indonesia bersama negara-negara anggota pendiri lainnya seperti Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Mata uang simbolis ini dianggap sebagai langkah strategis BRICS untuk mempromosikan alternatif selain dolar AS dalam transaksi internasional.
Upaya BRICS Membangun Sistem Ekonomi Mandiri
Peluncuran mata uang simbolis BRICS menjadi simbol ambisi kolektif negara-negara anggota untuk membangun sistem ekonomi yang mandiri dan mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pidatonya menegaskan bahwa BRICS tidak secara langsung menolak dolar, namun sedang mempersiapkan alternatif jika terjadi pembatasan akses terhadap mata uang tersebut.
Putin menyampaikan, “Dolar tetap menjadi instrumen utama dalam keuangan global. Namun, penggunaan dolar sebagai senjata politik berpotensi merusak kepercayaan global terhadap mata uang ini.” Hal ini menyoroti pandangan BRICS bahwa stabilitas ekonomi global membutuhkan lebih banyak pilihan dalam mata uang yang digunakan untuk perdagangan internasional.
Tiga Pilar Kerja Sama BRICS
BRICS fokus pada tiga bidang utama dalam setiap pertemuannya, yaitu:
- Kerja Sama Politik dan Keamanan: BRICS berupaya membangun lingkungan internasional yang aman melalui pendekatan diplomatik dan dialog.
- Kerja Sama Ekonomi dan Keuangan: Mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan Barat dengan menciptakan sistem alternatif untuk memperkuat ekonomi negara-negara anggota.
- Kerja Sama Budaya dan Masyarakat: BRICS mendorong dialog budaya dan pertukaran antara masyarakat untuk memperkuat pemahaman antar bangsa.
Pembentukan BRICS serta partisipasi Indonesia sebagai negara mitra menegaskan pentingnya kerja sama internasional bagi negara berkembang dalam menghadapi tantangan ekonomi global. Dengan visi yang mengedepankan kemandirian ekonomi dan upaya alternatif dari sistem yang ada, BRICS berpotensi menciptakan tatanan ekonomi global yang lebih seimbang.