(Khabar) – Tanggal 20 Oktober 2024 akan menjadi hari bersejarah bagi Indonesia. Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Namun, kabar yang tak kalah menghebohkan adalah adanya rencana penambahan jumlah menteri di kabinet baru ini. Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan (Zulhas), mengonfirmasi, meskipun belum ada angka pasti, kabinet baru kemungkinan akan berisi sekitar 44 menteri.
“Ya mungkin sekitar itu (44 menteri),” ujar Zulhas pada 11 September 2024.
Jumlah Menteri di Kabinet Baru
Politikus Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet), juga turut mengonfirmasi kabar ini. Dalam pernyataannya, Bamsoet menyebutkan bahwa kabinet Prabowo-Gibran akan terdiri dari 44 menteri, meningkat dari jumlah sebelumnya yang hanya 34 menteri. Untuk memungkinkan penambahan ini, DPR saat ini sedang merevisi Undang-Undang Kementerian Negara.
”Maksudnya, karena nanti kebijakan kementerian, dari 34 menjadi 44 (menteri),” kata Bamsoet (10/9/2024).
Dengan penambahan ini, apakah ini merupakan langkah positif? Atau justru menjadi tanda kekhawatiran akan beban birokrasi yang semakin berat?
Zaken Kabinet: Profesional atau Politis?
Menariknya, Prabowo berencana membentuk zaken kabinet, yakni kabinet yang diisi oleh profesional, bukan sekadar politikus. Meskipun beberapa menteri akan diusulkan oleh partai politik, mereka tetap harus memenuhi kualifikasi tertentu di bidangnya.
“Pak Prabowo ingin ini adalah sebuah pemerintahan zaken kabinet,” jelas Ahmad Muzani, Sekjen Gerindra (9/9/2024).
Muzani juga menegaskan, meskipun ada menteri dari partai, harapannya adalah mereka yang ahli di bidangnya, bukan hanya sekadar loyalis partai. Apakah ini benar-benar akan terjadi, atau hanya sekadar janji politik? Publik berhak mempertanyakan, mengingat pengalaman sebelumnya yang menunjukkan bahwa janji-janji zaken kabinet sering kali tidak sepenuhnya terealisasi.
Menteri dari SMA Taruna Nusantara
Kabar lain yang mencuri perhatian adalah pernyataan Hashim Djojohadikusumo, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Hashim menyebut akan ada beberapa alumni SMA Taruna Nusantara yang diangkat menjadi menteri.
“Saya bisa katakan di kabinet Prabowo sekarang ini ada beberapa alumni SMA Taruna Nusantara yang jadi menteri,” kata Hashim pada 7 September 2024.
Hashim menyebut ada sekitar empat alumni yang akan mengisi posisi menteri di kabinet Prabowo, namun ia enggan mengungkap identitas mereka. Kabar ini tentu mengundang pro dan kontra, apalagi jika mengingat bahwa jabatan menteri seharusnya lebih didasarkan pada pengalaman dan kompetensi profesional daripada latar belakang pendidikan menengah.
Jumlah Menteri Bertambah, Efisiensi atau Beban Birokrasi?
Penambahan 10 menteri tentu saja menjadi isu yang mengundang perhatian. Di satu sisi, hal ini bisa dianggap sebagai upaya untuk mengakomodasi lebih banyak ahli dan memperluas ruang gerak pemerintah. Namun di sisi lain, apakah penambahan ini benar-benar diperlukan, atau hanya cara untuk membayar hutang politik kepada partai-partai pendukung?
Jika kabinet bertambah tetapi efisiensi kerja justru menurun, maka penambahan ini bisa dianggap hanya sebagai pemborosan anggaran negara. Masyarakat tentu berharap agar para menteri yang dipilih, khususnya dari zaken kabinet, benar-benar profesional dan mampu bekerja dengan baik.
Di tengah isu ini, wacana mengenai alumni SMA Taruna Nusantara juga menarik untuk dikritisi. Apakah benar latar belakang pendidikan menengah mereka menjadi jaminan kualitas sebagai menteri? Tentu saja, kita harus melihat lebih jauh apakah mereka juga memiliki rekam jejak profesional yang mumpuni. Kabinet yang diisi oleh lulusan SMA tertentu tak seharusnya menjadi tolok ukur kualitas, melainkan kinerja nyata yang bisa diandalkan.
Yang jelas, kabinet Prabowo-Gibran akan menghadapi tantangan besar dalam merealisasikan janji zaken kabinet dan memastikan bahwa penambahan menteri membawa dampak positif, bukan justru menjadi beban tambahan bagi birokrasi negara.